Minggu, 14 Februari 2010

Si Pisau Terbang Pulang

Kata pengantar

Dahulu di jaman penuh kekerasan, jaman ketika tidak ada rasa aman; di dunia persilatan tiba-tiba muncul suatu senjata yang di sebut Hui To atau Pisau Terbang.
Tidak ada yang tahu bagaimana bentuk dan modelnya, juga tidak ada orang yang bisa melukiskan kecepatan dan kekuatannya.
Dalam hati setiap orang, senjata ini dianggap sebagai senjata yang bisa melenyapkan kejahatan dan penindasan, sekaligus menjadi lambang kebenaran dan kehormatan. Kekuatannya sangat besar dan berwibawa; bila dia sudah beraksi, tidak satu pun musuh bisa menghalangi segala sepak terjangnya.
Kemudian setelah kekacauan mulai mereda, pisau terbang ini seperti ikut menghilang, seperti gelombang laut yang menghilang di samudera luas.
Tapi siapa pun tahu, bila di dunia persilatan terjadi kekacauan kembali, pisau terbang ini akan segera muncul kembali; dia akan membawa kepercayaan dan harapan kepada setiap umat manusia.

0-0-0

Pendahuluan

Toan Pat Hong perawakannya setinggi dua meter, tubuhnya kekar seperti terbuat dari tulang besi dan urat baja karena selama ini dia berlatih ilmu silat Capsa Thaypo, ilmu silatnya tidak ada seorang pun yang bisa menandinginya.
Toan Pat Hong usianya sudah 58 tahun; semenjak berusia 30 tahun, dia sudah menjagoi Kangpak (daerah sebelah utara sungai Tiangkang). Dia memimpin tujuh perkumpulan besar dan empatpuluhdua perkumpulan kecil, dan dia juga menjabat sebagai ketua dari empat kantor piauwkiok. Namanya sangat terkenal di dunia persilatan, boleh dikata tidak ada yang mampu menandinginya. Sampai sekarang pun dia masih terkenal di dunia persilatan, hanya ada beberapa orang saja yang bisa meyaingi nama harumnya.
Tapi pada malam menjelang hari raya Imlek (tahun baru) tahun yang lalu, dia menemukan suatu hal yang aneh. Sulit sekali dipercaya bahwa dia akan menemui peristiwa ini malam itu. Toan Pat Hong dikejutkan oleh sehelai kertas putih yang berisi gambar sebuah pisau kecil. Dia kaget bukan kepalang hingga dia meninggal saat itu juga.

Tiga hari sebelum malam menjelang Imlek, tanpa terasa tahun baru akan segera tiba kembali.
Pada saat seperti itu, orang-orang yang pergi merantau hanya punya satu tujuan dalam hatinya, yaitu cepat pulang dan merayakan Imlek bersama keluarga.
Hari itu dia baru saja menyelesaikan suatu perselisihan di dunia persilatan yang sudah berlangsung sepuluh tahun lamanya. Dia menerima ucapan terima kasih dari tigabelas perkumpulan yang berasal dari daerah Hoay Yang. Arak yang disiapkan oleh mereka diminumnya sampai hampir tiga kati.
Diapit oleh para pengawal dan teman-teman baiknya, sekujur tubuhnya terasa panas. Baginya, kehidupan seperti secangkir arak yang bagus, seperti arak yang sedang diminum perlahan-lahan sambil dinikmati.
Tapi tiba-tiba saja dia mati.
Dapat dikatakan dia mati oleh goloknya sendiri, seperti orang yang sudah tidak bergairah dan tidak punya semangat untuk hidup lagi.
Kejadian seperti ini bisa saja terjadi pada setiap orang seperti dia, siapa pun tidak ada yang bisa memperhitungkannya.
Toan Pat Hong meninggal setelah mendapat sepucuk surat; surat itu tidak mencantumkan untuk siapa, juga tidak ada tanda tangan pengirimnya.
Di dalam surat itu tidak tertulis satu huruf pun-ukuran kertas surat itu sangat besar - hanya terdapat sebuah gambar pisau yang dilukis dengan tinta, tak seorang pun mengenali gambar pisau itu, baik bentuk maupun modelnya. Orang-orang hanya tahu bahwa itu adalah gambar sebuah pisau.
Surat itu diantarkan oleh seorang pemuda. Dia memberikannya di sebuah jalan yang gelap, walaupun pada saat itu ada cahaya bulan, tapi tidak ada seorang pun yang bisa melihat jelas bentuk wajah dan sosok pemuda itu seperti apa.
Orang hanya tahu bahwa dia adalah manusia.
Pemuda itu muncul dari tempat yang gelap, tapi dia muncul dengan tenang dan tampak sopan. Dia berjalan menghampiri Toan Pat Hong, dia pun dengan tenang dan sopan menyerahkan surat itu kepada Toan Pat Hong.
Setelah membaca surat itu, wajah Toan Pat Hong langsung berubah, seperti ditusuk oleh sebatang besi yang merah pijar dalam lehernya.
Ketika semua orang sedang melihat reaksinya, tiba-tiba saja Toan Pat Hong mengeluarkan goloknya, dan dengan cepat, bersih, serta tanpa perasaan, menusukkannya ke perutnya sendiri. Seperti sedang berhadapan dengan orang yang paling dia benci.
Siapa yang bisa menjelaskan hal ini?
Bila tidak ada seorang pun yang bisa menjelaskan peristiwa ini, maka peristiwa yang terjadi pada diri Toan Pat Hong lebih-lebih tidak ada yang bisa menjelaskan, karena peristiwa ini sama sekali tidak terpikir dan tidak terbayangkan oleh siapa pun.
Tiga hari menjelang hari raya Imlek, Toan Pat Hong mati di tepi jalan, tapi pada hari raya Imlek, ternyata dia masih hidup.
Dengan kata lain, Toan Pat Hong bukan mati pada tiga hari menjelang Imlek itu, tetapi mati pada hari raya Imlek, dan waktu kematiannya adalah malam hari.
Satu orang hanya mempunyai sebuah nyawa, begitu juga dengan Toan Pat Hong, tapi mengapa dia bisa mati dua kali?

Pemuda yang mengantarkan surat itu menghilang entah ke mana. Tapi Toan Pat Hong dengan tubuh setinggi dua meter dan berat seratus kilogram, langsung roboh bersimbah darah.
Tidak ada seorang pun yang mengerti, juga tidak ada yang bisa berkomentar.
Orang pertama yang bisa menerangkan peristiwa ini adalah orang yang terkenal dengan ketenangan dan kelincahannya, dia adalah Touw Jiya.
"Cepat, cepat, cari tabib!" teriak Touw Jiya.
Sebenarnya dalam keadaan seperti itu sudah tidak perlu mencari tabib lagi, yang dibutuhkan adalah sebuah peti mati.
Peti mati yang berisi mayat Toan Pat Hong sudah dikirim langsung ke kampung halamannya, dan ketika tiba ditempat hari sudah sore.
Hari raya Imlek, sore hari.
Pada hari raya Imlek, biasanya tangan para wanita penuh dengan minyak goreng, karena mereka sedang memasak menyiapkan hidangan. Wajah anak-anak terlihat gembira, karena ada baju baru, bunga bwee, buah-buahan, angpao, dan lainnya.
Pada hari raya Imlek orang-orang saling mengucapkan selamat, bergembira, dan selalu tertawa.
Hari raya Imlek adalah hari raya yang paling ramai dan menyenangkan, tapi di rumah Toan Pat Hong hanya terlihat ada sebuah peti mati. Walaupun itu hanya peti mati, tapi harganya mencapai 1.800 tail perak. Namun semahal-mahalnya peti, tetap saja sebuah peti mati.
Saat seperti ini lebih baik tidak ada peti mati.

Rumah Toan Pat Hong sangat besar dan megah, banyak sekali ruangan dan kamar.
Pintu masuk ke rumah Toan Pat Hong sangat tinggi dan besar, dan dicat dengan warna merah tua, gelang pintu berwarna emas, di luar pintu masih terdapat patung singa yang terbuat dari batu.
Peti mati diusung melalui pintu besar ini, diusung oleh 36 orang dengan bantuan balok-balok yang panjang.
Ketigapuluhenam laki-laki itu mengenakan baju dan celana yang berwarna putih. Itu adala seragam berduka cita, hingga ikat pinggang pun berwarna putih. Mereka mengusung peti mati yang sudah dicat dengan warna hitam mengkilat. Kemudian mereka pun mundur sebanyak 156 langkah, mundur hingga ke luar pintu besar.
Lalu pintu itu pun ditutup.
Kemudian ada 36 laki-laki lainnya, mengusung peti mati ke belakang rumah menuju pekarangan.
Di belakang rumah masih terdapat pekarangan.
Rumah besar itu mempunyai banyak pekarangan.
Akhirnya mereka tiba di pekarangan terakhir, pekarangan itu letaknya di belakang, keadaan di sana sangat gelap, segelap tinta untuk menulis.
Di dalam kegelapan hanya ada sedikit cahaya lampu dan di sekeliling tempat itu sudah dipenuhi dengan warna putih.
Tempat berkabung biasanya selalu didominasi dengan warna putih, mencerminkan rasa duka dan sedih.
Ketiga puluh enam laki-laki itu mengusung peti mati dan meletakkannya di hadapan janda dan anak Toan Pat Hong, wajah mereka semua pucat, kemudian mereka pun mundur.
Tapi semua laki-laki itu tidak sempat mundur keluar pintu; dari tangan janda yang terlihat rapuh seperti mudah roboh ditiup angin itu, tiba-tiba muncul cahaya yang berwarna kuning muda. Ketiga puluh enam laki-laki yang kuat seperti singa besi itu langsung roboh pada saat itu juga.
Begitu menyentuh lantai mereka sudah mati.
Toan Pat Hong mempunyai seorang istri. Tapi Toan Pat Hong masih mempunyai istri muda, dia mempunyai 29 orang istri muda.
Toan Pat Hong mempunyai anak laki-laki, anaknya ada 40 orang.
Toan Pat Hong pun memiliki anak perempuan yang berjumlah 16 orang.
Saat ini di ruangan itu, selain istri dan istri muda serta anak-anak Toan Pat Hong yang berjumlah 86 orang, masih ada dua orang lagi.
Kedua orang itu terlihat sangat tua dan tua; mereka sepertinya sudah pernah mati beberapa kali, wajah mereka tampak datar.
Di wajah mereka hanya terlihat bekas luka golok, tidak ada ekspresi apa pun yang memancar dari wajah mereka. Tapi dari bekas luka golok itu seperti terlihat cahaya golok dan bayangan pedang, dendam masa lalu mengukir kesedihan yang mendalam di atas bekas luka itu.
Beribu-ribu bahkan puluhan ribu bekas luka golok mencerminkan beribu-ribu dan bahkan puluhan ribu ekspresi mereka. Beribu-ribu bahkan puluhan ribu ekspresi yang ada malah mengubah wajah mereke menjadi tidak ada ekspresi.
Pekarangan yang gelap hanya sedikit disinari cahaya lampu. Cahaya yang berasal dari lampu yang diletakkan di ruang berkabung, berwarna putih dan diletakkan di atas meja sembahyang.
Tiba-tiba terasa ada angin yang datang entah dari mana, tiupan angin ini memadamkan lampu, lampu satu-satunya yang berada di ruangan itu.
Begitu lampu dinyalakan kembali, peti mati sudah menghilang dari sana.

Ruangan rahasia itu terbuat dari batu yang berwarna hijau, warna hijau itu seperti warna tulang dari orang yang sudah lama mati.
Cahaya lampu pun berwarna hijau yang sama; kedua orang tua itu menggotong peti mati dan masuk ke dalam ruang rahasia itu, pintu rahasia segera menutup sendiri. Kedua orang tua itu dengan perlahan meletakkan peti mati itu, lalu mereka dengan diam menatap peti mati itu, bekas luka golok dan kerutan di wajah mereka terlihat lebih dalam lagi. Seperti melukiskan sebuah gambar yang sedih.
Mereka terdiam lama dan masih terus menatap peti mati itu, tidak ada seorang pun yang bisa menceritakan bagaimana pera saan mereka sebenarnya, karena itu pula tidak ada seorang pun yang tahu apa yang sedang mereka pikirkan saat itu, dan rencana apa yang sedang disusun oleh mereka saat itu. Mereka pun melakukan hal yang tidak dimengerti oleh orang lain.
Karena mereka menumbukkan tubuhnya ke dinding hingga mati.
Cahaya lampu berkedip-kedip seperti api setan.
Tutup peti itu bergeser dengan perlahan, kemudian dari dalam peti keluarlah sebuah tangan, kemudian tangan itu menggeser tutup peti mati dengan perlahan, dan Toan Pat Hong keluar dari peti mati itu.
Dia melihat ke sekeliling ruang rahasia itu, wajahnya tampak berseri-seri dan terlihat sangat puas.
Dia tahu sekarang dia sudah merasa aman, sekarang ini semua orang persilatan sudah tahu bahwa dia sudah mati di sebuah kota, tepatnya di sebuah jalan kecil, semua kebencian dan dendam akan hilang seiring dengan kematiannya.
Sekarang tidak akan ada orang yang akan mencarinya untuk membalas dendam, karena dia sudah mati.
Seseorang yang masih hidup di dunia tapi mengaku bahwa dirinya sudah mati, rahasianya pasti tidak akan bocor dan menyebar keluar. Karena orang yang tahu rahasianya sudah mati semua.
Tidak ada satu mulut manusia yang boleh menyimpan rahasia orang mati.
Toan Pat Hong menghembuskan nafas panjang, dia menarik gelang yang terpasang di dinding batu itu. Ini adalah pintu rahasia yang satu lagi, tapi wajahnya langsung berubah.
Dia mengira dia bisa mendapatkan makanan, air, arak, baju, dan yang lainnya yang memang sudah disiapkan untuknya.
Tapi dia tidak melihat semua itu.
Dia mengira dia tidak akan diketahui oleh orang yang mencarinya untuk balas dendam.
Tapi saat ini dia sudah melihatnya.
Wajahnya dengan cepat berubah, tapi tubuhnya tidak bergerak sama sekali.
Ilmu silat dan kekuatan tubuhnya sedang berada dalam kondisi puncak, kapan pun dan dalam keadaan apa pun, dia masih bisa menangkis atau menusuk. Tapi kali ini gerakannya kurang cepat, begitu dia mulai bergerak, dia sudah melihat kelebat cahaya pisau.
Pisau terbang.
Dia tahu dia melihat kembali pisau terbang, dengan cara apapun dia tidak akan bisa menghalangi gerak pisau terbang ini.
Karena itu dia sangat yakin bahwa dia akan mati.
Seseorang dengan pisau yang tersimpan di balik bajunya dapat menusukkannya ke perutnya sendiri, lalu darah akan mengalir dan seakan-akan mati. Tapi dengan keadaan seperti itu ternyata dia belum mati, karena dalam pisau itu sudah dipasang sebuah alat per.
Tapi kali ini yang dia lihat adalah pisau terbang, benar-benar pisau terbang.
Karena itu sekali ini dia pasti mati.
Setelah itu di dunia persilatan muncul kembali pisau terbang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar