Judul asli : Huanjian Qiqing Lu
Pengarang : Liang Yusheng (Nio Ie Seng, 1922- )
Penerbit : PT Wastu Lanas Grafika ― Surabaya
Penerjemah : Oey Kim Tiang (O.K.T., 1904-1995)
Cetak terbatas : 2004 ― 800 eksemplar
Jilid : 1 (satu) buku
Djin wie tjay soe, niauw wie sit bong
Manusia mati karna harta, burung mati karna makan.
ooo000ooo
Bagi para peminat dan pembaca cersil (cerita silat) , mereka akan menyebut kisah trilogi Pendekar Rajawali identik dengan nama Kim Yong (Jin Yong/Chin Yung), juga tidak akan asing apabila disebutkan nama Ong Touw Louw (Wang Dulu), yang menghanyutkan dengan cerita pentalogi kisah petualangan pendekar Lie Bouw Pek, maka ketika disebutkan nama Nio Ie Sheng (Liang YuSheng), para pecandu cerita silat akan serentak menunjuk saga Thian San , sebagai masterpiece dari pengarang cersil yang satu ini, Saga serial Thian-San disebut-sebut oleh para pecandu cersil sebagai serial terpanjang dalam kisah cerita silat (terjemahan) yang pernah ada.
Hoan Kiam Kie Tjeng (HKKT) yang akan kita bahas ini , adalah satu dari rangkaian cerita dan sekaligus merupakan kisah pembuka dari saga Thian-San karangan Liang YuSheng, di tanah air oleh Oey Kim Tiang―atau lebih dikenal dengan O.K.T.― kisah HKKT diterjemahkan dengan judul Sebilah Pedang Mustika, pernah diterbitkan oleh PT. Mekar Djaya pada tahun 1959 terdiri dari tiga jilid. Rasanya tidak perlu lagi diceritakan reputasi OKT dalam “menceritakan kembali” berbagai cerita silat yang diterjemahkannya. Sastrawan dan ahli bahasa Ajip Rosidi menulis, siapapun pengarangnya, apapun ceritanya, apabila digarap oleh OKT, maka akan menjadi cerita khas dengan gaya OKT. Tapi dalam tulisan ini penulis tidak bermaksud membahas mengenai kehebatan OKT dalam menerjemahkan, tapi lebih kepada membahas isi cerita sebagai pengantar bagi mereka para peminat cerita silat yang belum pernah membaca atau pernah membaca tapi lupa akan isi dari cerita HKKT ini.
Untuk kegembiraannya kalangan pembaca cerita silat tanah air, novel silat terkenal ini telah diterbitkan ulang seperti apa adanya ketika pertama kali diterbitkan 46 tahun yang lalu, hanya sedikit perbedaan untuk ejaan, untuk terbitan tahun 2004/2005, penulisan dan ejaan telah disesuaikan dengan ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan, kecuali untuk penulisan nama-nama dan istilah-istilah yang khas cerita silat, dalam novel ini istilah-istilah tersebut masih tetap dipertahankan dengan penulisan ejaan yang digunakan pada cetakan pertama 46 tahun yang lalu.
Mengingat sekarang buku atau novel silat terjemahan macam ini sudah termasuk barang langka dan susah ditemukan di toko buku biasa, maka tak heran kalau penerbitan kembali HKKT di tahun 2004/2005 ini disambut dengan rasa gembira, walaupun masih ditujukan untuk kalangan terbatas penggemar cerita silat, tapi sudah cukup sebagai obat rindu dan nostalgia bagi mereka para penggemar cerita silat di Indonesia.
ooo000ooo
HKKT untuk pertama kalinya ditulis oleh Liang Yusheng sebagai cerita silat bersambung di sebuah koran terbitan Hongkong bernama Xianggang Shangbao (Hiangkang Siangpoo), medio November tahun 1959, sebenarnya Liang YuSheng ketika menulis HKKT ini, juga sedang menulis cerita silat bersambung lainnya di koran yang berbeda masih terbitan Hongkong, berjudul Peng Cong Hiap Eng (PCHE), dan muncul duluan di koran itu sebelum HKKT. Hal yang menjadi unik dalam proses penulisannya , adalah bahwa HKKT ditulis oleh Liang YuSheng sebagai prequel dari PCHE yang terbit duluan tapi ditulis secara hampir bersamaan !, artinya ketika PCHE masih belum tamat, Liang YuSheng sudah mulai menulis sebuah cerita lagi, yaitu HKKT ini, yang bercerita mengenai kejadian sebelumnya dari PCHE. Dari proses penulisannya saja , HKKT sudah menjadi cukup unik, lantaran tentunya dibutuhkan ketelitian tinggi dan daya ingat yang kuat bagi Liang YuSheng untuk menulis dua cerita secara bersamaan dimana yang satu merupakan prequel dari cerita yang satunya lagi, tentu saja hal tersebut adalah suatu keharusan agar tidak terjadi ketidaksesuaian sejarah , periodesasi, nama tokoh, dan lain lainnya antara prequel dan sequel, sehingga pembaca tidak akan bingung selagi membacanya.
oo000ooo
Dalam HKKT ini, cerita mengambil latar belakang setelah pertempuran di Sungai Tiangkang yang legendaris, di mana pasukan Thio Soe Seng akhirnya dapat dipukul dan dikalahkan oleh pasukan dari Tjoe Goan Tjiang. Thio Soe Seng yang kalah perang akhirnya gugur dan mengakhiri hidupnya di Sungai Tiangkang. Adapun setelah peristiwa itu Tjoe Goan Tjiang semakin kuat dan luas pengaruhnya hingga berhasil menggulingkan pemerintahan saat itu untuk kemudian mendirikan dinasti baru yang dikenal dengan dinasti atau kekaisaran Beng, dan menjadi kaisar pertama dari dinasti Beng yang didirikannya itu.
Latar kejadian pertempuran Sungai Tiang Kang dan perseteruan antara Thio Soe Seng dengan Tjoe Goan Tjiang inilah yang menjadi benang merah dari HKKT, peristiwa itu bahkan masih terus menjadi benang merah bagi cerita Peng Cong Hiap Eng, yang merupakan sequel dari HKKT.
Selain Thio Soe Seng yang kena dikalahkan dan gugur di Sungai Tiang Kang, ikut gugur juga beberapa pengawal setianya, di antaranya Peng Hweeshio yang pernah diangkat guru oleh Thio Soe Seng dan Tjoe Goan Tjiang berdua sewaktu mudanya. Walaupun demikian, di antara yang gugur tentu ada yang selamat, ialah putra mahkota dari Thio Soe Seng, yang berhasil diselamatkan oleh salah satu pengawalnya bernama Tjio Thian Tok dan dibawa lari keluar perbatasan, sampai seterusnya menuntut penghidupan di negeri Watzu sambil berencana menyusun kekuatan untuk kembali ke Tionggoan. Selain Tjio Thian Tok, yang berhasil lolos dari pertempuran Sungai Tiang Kang , masih ada seorang lagi bernama, In Boe Yang, lelakon In Boe Yang inilah yang kemudian menjadi pemegang kunci cerita dari keseluruhan cerita HKKT.
Meskipun berhasil lolos dari pertempuran maut sungai Tiangkang, Boe Yang harus rela kehilangan istri setia yang gugur dalam pertempuran tersebut. Istrinya, Tan Soat Bwee, adalah juga putri tunggal dari Tan Teng Hong, pendekar kesohor pada jaman itu yang setingkat dengan Peng Hweesio. Di jaman itu, Peng Hweesio, Tan Teng Hong dan Bouw Tok It (ketua Boe Tong Pay) mereka bertiga sudah terkenal sebagai tiga orang tokoh cabang atas dunia persilatan.
Mengiringi nasib baik Boe Yang yang berhasil lolos dari pertempuran maut sungai Tiangkang, banyak orang menduga bahwa Boe Yang adalah seorang penghianat, mereka percaya kalau dia berhasil lolos dari Sungai Tiang Kang lantaran secara licik telah menjual junjungannya, Thio Soe Seng ke tangan musuh untuk imbalan keselamatan jiwanya, maka tak heran apabila setelah lolos dari peristiwa Sungai Tiang Kang itu, ia lantas lari ke Boe Tong Pay, otaknya yang cerdas menuntun dirinya untuk mencari perlindungan dari Bouw Tok It yang berilmu tinggi. Dengan keahliannya membawa diri, Boe Yang berhasil mendapatkan kepercayaan Bouw Tok It, untuk kemudian menetap di Bu Tong, tidak cukup sampau disitu , Boe Yang malah kemudian berhasil memikat dan menikahi Bouw Poo Tjoe, puteri satu-satunya dari Bouw Tok It. Otomatis dengan pernikahan itu, jadilah ia menantu dari ketua Bu Tong Pay yang paling dihormati kalangan dunia persilatan saat itu.
In Boe Yang ini memangnya seorang yang temaha (sekaker, serakah), mengetahui kalau ayah mertuanya mempunyai kitab ilmu pedang nomor satu di dunia, otak liciknya mulai bekerja, dengan memperalat kedudukan istrinya, berbareng mereka berhasil mencuri kitab pusaka itu dan lari ke Gunung Holan untuk menyembunyikan diri. Dalam cerita selanjutnya, Bouw Poo Tjoe kemudian melahirkan seorang putri sebagai buah perkawinannya dengan In Boe Yang, tapi kemudian seumur hidup tak habis-habis ia menyesali kebodohannya telah berbuat durhaka pada ayahnya.
ooo000ooo
Tak terasa beberapa puluh tahun telah lewat, suatu hari muncul seorang pemuda cakap bernama Tan Hian Kie yang kelihatan sedang mendaki Gunung Holan, ia diceritakan sedang mencari kediaman Keluarga In. Tidak jelas asal-usul pemuda ini, tapi jelas datang kesitu untuk membunuh In Boe Yang. Dalam pendakiannya di Gunung Holan ini, tanpa diharapkannya, Tan Hian Kie musti kebentrok dengan seorang pemuda lainnya yang bernama Siangkoan Thian Ya, bentrok yang bermula dari salah paham sepele soal asmara dan melibatkan pihak ketiga, seorang gadis cantik bernama Siauw Oen Lan.
Thian Ya terang-terangan mencintai Oen Lan, sedang Oen Lan sendiri kena dipikat hatinya oleh Hian Kie, sehingga terjadilah cinta segi tiga, sedangkan Hian Kie sendiri sebenarnya tidak menaruh cinta kepada Oen Lan, urusan sepele tapi menjadi rumit karena Thian Ya yang tinggi hati tidak mau menerima kenyataan kalau Hian Kie malah menampik cinta Oen Lan, padahal gadis itu sebelumnyai dengan tegas telah mendepak cintanya,....sampai kemudian terjadilah bentrokan ! , usai bentrokan, Hian Kie cedera, tak kuasa meneruskan perjalanan mendaki, ia kemudian kesasar, pingsan dan jatuh ke sebuah lembah di Gunung itu
.
Siuman, Hian Kie menyadari kalau dia sudah berada di kediaman keluarga In, malah tanpa diharapkan selama pingsan ia telah dirawat secara telaten oleh In So So, putri dari orang yang sedang diincarnya untuk dibunuh !, dalam masa pemulihan, perlahan lahan kedua insan ini berhubungan makin intim, sampai akhirnya dapat ditebak, Hian Kie dan So So kemudian saling jatuh cinta walaupun sadar bahwa di balik percintaan mereka itu terdapat dendam turunan dari leluhur mereka masing-masing.
Selanjutnya cerita mengalir deras, walaupun hanya terjadi di lokasi seputaran Gunung Holan saja.
Ternyata banyak rahasia disimpan oleh lelakon kita , In Boe Yang ini. Ia mempunyai sebuah gambar lukisan panorama Souwtjioe, yang ternyata merupakan peta harta karun peninggalan Thio Soe Seng. Selain itu, kitab ilmu pedang curian dari ayah mertuanya ternyata memiliki sejarah panjang terutama yang berhubungan dengan ahli waris seharusnya, dengan semakin berjalannya cerita, terungkap kalau kitab ilmu pedang itu berhubungan erat sekali dengan dirinya Hian Kie. Lika-liku dan perjalanan panjang kitab ilmu pedang tersebut hingga sampai akhirnya jatuh ke tangan Bouw Tok It, diceritakan dengan gaya flash back oleh salah satu saksi hidup yang juga kebetulan adalah salah satu tokoh kunci pemegang rahasia dari segala kejadian yang terjadi di HKKT ini.
- Siapa sebetulnya Tan Hian Kie? Ada hubungan apa antara dia dengan Thio Soe Seng?, Siapa pula Siangkoan Thian Ya dan Siauw Oen Lan ?
- Bagaimana akhir kisah cinta antara Hian Kie dan So So?, dan rahasia apa saja yang dipendam oleh In Boe Yang? Apakah benar Boe Yang seorang penghianat?, ada kejadian apa dibalik pertempuran Sungai Tiang Kang?
- Rahasia apa sebenarnya yang tersimpan di balik lukisan pemandangan yang dimiliki Boe Yang?
Cerita kemudian diakhiri klimaks. Seluruh rahasia di balik pertempuran Sungai Tiang Kang, misteri dari kitab dan pedang pusaka, serta asal-usul Hian Kie, Siangkoan Thian Ya, Siauw Oen Lan dan lain-lainnya diungkapkan secara perlahan-lahan, sampai kemudian akhirnya pembaca menjadi jelas .
Semua tokoh yang muncul di HKKT mempunyai keterkaitan satu sama lain, setiap tokoh tidak begitu saja dimunculkan hanya untuk meramaikan suasana tanpa peran, tapi setiap tokoh mempunyai peran dengan membawa sejarah dan rahasia dirinya masing masing sekaligus menjadi kunci akan rahasia dari tokoh cerita lainnya, terus menerus tokoh baru bermunculan dengan rahasianya masing masing sambil membawa kunci rahasia orang lain...., bahkan sampai cerita sudah hampir mencapai klimaks dan mendekati tamat-pun, Liang YuSheng masih saja menampilkan satu tokoh kunci lainnya di pamungkas cerita, yang berperan sebagai pengantar untuk menutup cerita.
Sebagian pembaca mungkin akan merasa miris, kesal atau malah menangis, minimal menitikan air mata sambil menghela napas panjang ketika membaca akhir cerita HKKT ini, mereka yang menyukai “happy ending” akan terpaksa terus membaca sampai lembar akhir sembari menyimpan harapan agar plot cerita berbelok seperti apa yang diharapkan, tapi diluar itu tidak sedikit juga para pembaca cersil yang justru memuji cara Liang Yusheng mengakhiri cerita ini.
ooo000ooo
Walaupun masih terdapat beberapa kesalahan kecil dalam proses editing-nya, penerbitan HKKT ini dapat dibilang sebagai pembuka jalan bagi kembalinya genre cerita silat terjemahan di tanah air, baik dalam bentuk penerbitan ulang maupun penerbitan karya terjemahan baru, sebelumnya dari Bandung, seorang peminat cerita silat yang sudah terkenal di kalangan masyarakat cersil Indonesia sudah pula menerbitkan satu cersil baru walau masih ditujukan untuk kalangan terbatas peminat cerita silat tanah air.
Sementara itu, kabar bahwa Masyarakat Tjersil Indonesia bekerjasama dengan pihak penerbit yang sama telah menerbitkan cetak ulang Peng Cong Hiap Eng ( Dua Musuh Turunan... – masih hasil terjemahan dari OKT ) yang merupakan lanjutan dari HKKT ini, adalah kabar yang sudah ditunggu tunggu dan menggembirakan hatinya para peminat cerita silat di tanah air. Para pembaca baru tidak akan perlu mendelu (jengkel) hatinya menunggu terlalu lama untuk mengikuti terus lanjutan cerita saga Thian San yang terkenal ini, sedang bagi mereka para pembaca cerita silat yang sudah membaca kedua judul ini , minimal akan terpuaskan rindu nostalgianya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar