Judul asli : Yingzhua wang
Pengarang : Zheng Zhengyin
Penerbit : Keng Po, 1957
Penerjemah : Oey Kim Tiang (O.K.T., 1904-1995)
Jilid : 15 jilid tamat (@ 80 halaman).
Pada permulaan pemerintahan Kaisar Tong Tie dari kerajaan Tjeng, disebut kalau propinsi Siamsay sedang terancam oleh pemberontakan kaum Rambut Panjang yang majukan dua puluh laksa jiwa serdadunya di tiga jurusan. Tetapi Jenderal To Liong Oh telah hajar pemberontak di kota Keng Tjie Kwan hingga kawanan itu jadi terpencar dan mengacau di sana-sini. Membaca beberapa halaman permulaan dari cerita ini, kebanyakan akan menduga kalau ini bukanlah boehiap siauwswat (novel cersil) tetapi hanya sekedar yangie siauwswat (novel sejarah) yang berkisar seputar pertentangan antara kaum pemberontak dan kerajaan plus dengan segala intriknya, perkara korupsi di kerajaan, atau kisah cinta antara tokoh utamanya yang (biasanya) juga adalah kepala dari kaum pemberontak yang ingin merebut, atau sedikitnya membersihkan kerajaan dari para politikus bejat atawa koruptor.
Tapi tidak demikian dengan Eng Djiauw Ong ini……………!
Cerita dibuka dengan mengisahkan Hoa In Hong yang sedang bertugas untuk mengantar surat rahasia yang dikirim oleh gurunya, Ong To Liong, yang bergelar Eng Djiauw Ong (Ong si Kuku Garuda atau dapat juga diartikan Raja Cakar Garuda) yang ialah juga tjiangboendjin Hoay Yang Pay. Surat rahasia tersebut ditujukan kepada Yo Boen Han yang merupakan kawan kekal dari In Hong punya soehoe. Yoe Boen Han adalah hartawan di Kota Hoa-im, mantan pembesar negara yang terkenal sebagai orang jujur dan bersih. Ong si Kuku Garuda ini sepuluh tahun silam pernah mendapatkan pertolongan dari Yoe Boen Han sehingga akhirnya mereka kemudian mengikat diri sebagai kawan kekal.
In Hong, akibat teledor di dalam perjalanan harus kehilangan surat penting itu. Secara tidak sengaja surat itu ditemukan oleh seorang penduduk kota Tong Kwan. Selesai membaca dan dikira kalau isi surat itu ada sangkut-pautnya dengan kaum pemberontak, maka lantas surat itu kemudian dibawa dan diserahkan kepada pembesar militer setempat. Di dalamnya surat itu Eng Djiauw Ong ada memberitahukan agar Yoe Boe Han sekeluarga selekasnya pergi dari kota Hoa-im dikarenakan adanya rencana dari kaum pemberontak untuk menyerbu dan merampas salah satu kota di dekatnya Yoe Boe Han tinggal. Keluarga Yoe dianjurkan pindah ke kediamannya Eng Djiauw Ong untuk sementara waktu.
Surat ini jelas mencurigakan lantaran datang dari kota Lim-hoay, yang mana kota itu merupakan sarang dari bandit pemberontak terkenal bernama Thio Hok Leng. Jelas dalam surat itu terdapat informasi kalau gerombolan bandit itu berencana menyerbu Kwan-tiong. Maka dari mana si Eng Djiauw Ong bisa tahu rencana rahasia dari kaum pemberontak kalau dia sendiri bukan bagian dari pemberontak? Tak heran kemudian apabila In Hong dan Yoe Boe Han sekeluarga ditangkap oleh para tentara negeri dan dicurigai sebagai orang yang ada hubungannya dengan kawanan bandit Thio Hok Leng dari Lim-hoay, berdasarkan penafsiran isi surat yang tercecer itu.
Eng Djiauw Ong yang mengetahui anak muridnya tertangkap tidak tinggal diam, apalagi dia merasa bersalah lantaran gara-gara suratnya maka keluarga Yoe Boe Han harus ditangkap dan disiksa. Ikut ditangkap dalam rombongan keluarga Yoe ini adalah putrinya yang bernama Yoe Hong Bwee, yang ternyata anak murid dari Tjoe In Am-tjoe dari See Gak Pay.
Di dalam usahanya membebaskan Keluarga Yoe dan muridnya dari tawanan, Eng Djiauw Ong bertemu dengan Tjoe In Am-tjoe sehingga akhirnya mereka bekerja sama dalam usaha pembebasan anak muridnya.
Ketika Eng Djiauw Ong berusaha menggunakan jalan diplomasi dalam membebaskan keluarga Yoe dan muridnya dari tawanan, tak terduga In Hong dan Hong Bwee sudah terlebih dahulu ada yang membebaskan. Akan tetapi alih-alihnya In Hong dan Hong Bwee hanya berpindah tangan penculik. Ibaratnya seperti keluar mulut harimau masuk mulut buaya.
Sadar bahwa muridnya dalam bahaya, tanpa membuang waktu Eng Djiauw Ong dan Tjoe In lantas uber para penculik murid mereka, hingga pada suatu bentrokan, para penculik In Hong dan Hong Bwee meninggalkan karcis nama dengan pesan agar Eng Djiauw Ong dan Tjoe In menjemput kedua murid kesayangannya di sebuah tempat bernama Tjap-djie Lian-hoan-ouw, yang belakangan kemudian diketahui sebagai markas besarnya gerombolan Hong Bwee Pang. Inilah jelas sekali kalau orang orang Hong Bwee Pang sedang cari setori terhadap mereka berdua! Dan intrik inilah yang berkembang menjadi inti cerita yang sangat sederhana... perseteruan Hoay Yang Pay & See Gak Pay contra Hong Bwee Pang.
Hong Bwee Pang saat itu merupakan perkumpulan atau pang yang sedang membangun kekuatan besar-besaran. Walaupun ketuanya dianggap orang gagah, tetapi banyak rekrutan anak buahnya yang dari kalangan penjahat, yang melakukan usaha-usaha yang diharamkan pemerintah, seperti mengusahakan garam.
Setelah peristiwa penculikan itu, cerita kemudian hanya melulu mengenai usaha seru dari Eng Djiauw Ong dan Tjoe In Am-tjoe dalam menggalang kekuatan untuk menyerbu Hong Bwee Pang. Berbagai cara dan usaha sabotase serta penggangguan dilancarkan oleh kawanan Hong Bwee Pang untuk menghancurkan rombongan Eng Djiauw Ong dalam sepanjang perjalanannya mencapai Tjap-djie Lian-hoan-ouw. Dalam perjalanannya menuju sarang Hong Bwee Pang ini, Eng Djiauw Ong mendapat bantuan dari anak murid Hoay Yang Pay, See Gak Pay, serta golongan tua dari perguruan serta para sahabat kang-ouw yang memang tidak bersimpati pada gerakan Hong Bwee Pang.
Di dalam markas Hong Bwee Pang sendiri, sadar kalau sedang mendapat ancaman serbuan dari seantero rimba hijau yang dipimpin oleh Eng Djiauw Ong, mereka semakin merapatkan barisan, akan tetapi selain dari luar selalu ada ancaman dari dalam, mereka juga dihadapkan dalam situasi untuk memadamkan kobaran api dari dalam, yaitu adanya kawan mereka sendiri yang melakukan pembangkangan dan mencoba melakukan pemberontakan. Cerita berjalan terus sampai kemudian akhirnya tiba battle royale, yang mengharuskan jago-jago dari kedua kelompok ini bertempur satu lawan satu dengan aturan rimba hijau untuk menuntaskan dendam lama: memutuskan menang kalah, benar atau salah melalui pie-boe.
ooooooooooOOoooooooooo
Para pembaca cersil yang mengharapkan cerita silat dengan jurus-jurus fantastis, para enghiong tampan dengan siotjia paras cantik, pasti akan kecewa dengan cerita ini. Tidak ada kisah asmara dan segala peristiwa kebetulan yang membuat pahlawannya menjadi sakti mandraguna dalam cerita ini. Masing-masing tokoh yang tergabung dengan rombongannya Eng Djiauw Ong mempunyai kisah petualangannya sendiri sendiri untuk kemudian cerita mereka itu kemudian terangkai menjadi satu kesatuan dalam garis besar cerita dengan pengakhiran yang menegangkan. Selepas jilid 6, cerita mengalir dengan tempo naik dikarenakan semakin rombongan Eng Djiauw Ong mendekati markas Hong Bwee Pang, makin banyak jebakan yang dipasang serta intrik-intrik yang diceritakan secara rinci dan hidup. Belum lagi kemunculan banyak tokoh aneh golongan tua baik di pihak musuh maupun di pihak Eng Djiauw Ong yang turun gunung untuk membantu masing masing kelompok dalam mencapai tujuannya, dengan gerakan-gerakan jurus silat yang diceritakan sedemikian detil, sampai pembaca sendiri terkadang menjadi bingung karena deskripsi yang demikian lengkap.
ooooooooooOOoooooooooo
Jadi, apakah Eng Djiauw Ong ini layak masuk dalam peringkat atas polling? Tidak jadi masalah ya atau tidak. Masing-masing pengarang cersil memiliki kekhasannya sendiri-sendiri, demikian juga dengan selera setiap pembaca yang boleh berbeda. Jika tjersil-fans hard-core (demikian ujarannya), menyukai Eng Djiauw Ong, maka dia tentu juga tidak menolak untuk disuguhi Hay Tong Kok atau Hiat Tjiat Kee Djiauw Gay dari pengarang yang sama. Satu Tauwtoo ada menempelkan 4 bintang untuk cerita ini alias sama dengan “highly recommended” untuk Eng Djiauw Ong, dengan menambah embel-embel label sebagai berikut: “Eng Djiauw Ong, ****, highly-recommended, sangat direkomendasikan untuk mereka yang telah berhasil membuka jalan darah tok dan djim, membaca buku ini untuk mereka dapat memberikan sensasi kenyamanan di seluruh aliran jalan darah dan sangat baik untuk kesehatan”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar