Pendahuluan
Dia memakai pakaian putih yang panjang dan lebar, sambil menunggang kuda berlari melintasi padang pasir yang luas. Padang pasir dipenuhi oleh batu-batu dengan bentuk yang aneh, kaktus-kaktus tumbuh seperti keajaiban yang terjadi depan mata.
Rambutnya yang panjang dan hitam berterbangan diterpa angin. Pakaiannya yang putih juga sama tertiup angin, naik turun seperti gelombang. Di balik pakaian putih yang panjang itu, dia tidak memakai apa pun.
Sebab dia berharap dapat merasakan tiupan angin yang menerpa tubuh dan wajahnya, juga loncatan dari kuda yang ditungganginya, kemudian merasakan juga arti dari kehidupan ini. Seolah-olah bila tidak melakukan itu dia seperti orang mati.
Begitu dia berhenti tubuhnya sudah dibasahi oleh keringat kemudian dia membuka pakaian panjangnya dan mendekati sebuah sumur. Kemudian kepalanya diguyur air sumur yang dingin. Dia tidak takut dilihat orang karena dia tahu di tempat itu tidak pernah ada orang. Tidak ada orang yang lewat dan tidak ada orang yang ditunggunya pulang.
Dia adalah Yin Meng.
Udara terasa panas tidak ada angin sama sekali dan juga tidak terasa tiupannya. Lonceng angin yang tergantung di beranda seperti elang mati. Tidak tercium adanya kehidupan lain dan hawa kematian pun tidak terasa .
Tidak ada jiwa tidak akan ada kematian. Antara hidup dan mati memang sangat erat hubungannya.
Dia duduk sendiri di beranda.
Dari jauh bisa terlihat pemandangan padang pasir yang sangat luas. Pasir terjemur oleh matahari begitu lama hingga terlihat kecoklatan. Tetapi dari wajahnya tidak terlihat keringat setetes pun. Hidung dan wajahnya masih putih, bersih dan licin.
Sekali-kali dia keluar untuk melepaskan kekesalan. Dia sudah terbiasa dengan kehidupan yang sepi sebab dia hidup untuk menunggu, kecuali menunggu kegiatannya yang lain tidak berarti lagi.
Matahari yang terik sudah hampir terbenam. Malam akan segera tiba. Dia duduk di beranda memandang padang pasir yang jauh dan sekali-kali memandang lonceng anginnya. Dia mengira hari ini akan dilewatinya seperti hari-hari lainnya, dilewati dengan tenang.
Dia ke dapur memasak mie untuk dirinya sendiri. Tiba-tiba dia mendengar lonceng anginnya berbunyi.
Malam hari ini tidak ada angin, mengapa lonceng anginnya bisa berbunyi?
Tadinya dia ingin berdiri namun segera duduk kembali. Dengan wajah terkejut melihat loncengnya yang bergetar. Dia merasa ada angin aneh yang berhembus, dia juga merasakan, ternyata itu bukan suara angin melainkan suara golok.
Bila golok diayunkan membelah udara akan terdengar suara seperti itu.
Dia sudah lama tahu suara ayunan golok. Dia menyipitkan matanya dan dia melihat sebuah bayangan orang yang sudah sangat dikenalnya sedang berlari di padang pasir, berada di bawah merahnya sinar matahari. Merahnya seperti darah.
Sebuah bayangan yang panjang berlari di bawah sinar matahari dan masih terus berlari.
Dia berdiri untuk melihatnya. Matanya yang terang perlahan mulai berubah seperti terbakar api merah, merahnya seperti matahari akan terbenam.
Saat itu terlihat bayangan orang yang berlari tiba-tiba terhenti. Seorang yang tubuhnya utuh tiba-tiba terbelah menjadi dua. Terpotong sebatas pinggang, terbelah menjadi dua bagian.
Pinggangnya tiba-tiba terpotong dan terhentak ke belakang, darah keluar berhamburan dari tempat terpotongnya tubuh orang itu. Berhamburan seperti bunga darah.
BAGIAN 1
Bisa dikatakan hidup itu seperti mimpi, semua persoalan dan semua makhluk dapat hidup karena mimpi. Karena mimpi pula mereka dapat musnah. Tapi….apakah yang dimaksud dengan mimpi itu?
Perempuan Putih di Rumah Putih
Sewaktu Ding Ding melihat rumah kecil itu kondisi badannya sudah sangat lemah.
Rumah kecil itu terbuat dari batu-batu kecil. Terlihat sangat biasa dan sederhana. Di luar rumah terdapat beranda yang sangat bagus, bila dibandingkan dengan keadaan dalam rumah sungguh tidak seimbang. Di beranda tergantung sebuah lonceng angin.
Ding Ding terlihat sudah hampir roboh begitu juga dengan kudanya.
Tapi bila dilihat lebih teliti lagi, orang dan kudanya tidak akan cepat roboh. Mungkin karena mereka sudah menempuh jarak yang begitu jauh melintasi berbagai rintangan hingga akhirnya sampai di tempat itu.
Begitu matanya menangkap sosok rumah putih dan lonceng angin yang tergantung di beranda, dia mengira saat itu sudah tiba di Jiang Nan (Kang Lam).
Rumah itu berada di tengah rimbunan pohon dan bunga, lonceng angin sudah dilap hingga mengkilat.
Ding Ding bisa mendengar suara denting lonceng angin yang merdu, tiba-tiba dia melihat seorang perempuan putih, putihnya seperti salju, diam seperti batu, ringan seperti angin, cantik seperti hantu gentayangan.
"Aku tahu kau sudah menempuh jarak yang jauh, aku melihatmu sangat lelah, lapar dan haus."
Dia dengan sikap dingin memandang orang asing dan kudanya.
"Apakah kau kemari untuk mencari makanan?"
Ding Ding mengangguk dan menundukkan kepalanya.
"Benar aku kemari untuk mencari makanan setelah perutku kenyang aku akan mencari tempat untuk menginap."
Dia tertawa dengan malu,"Tapi sayangnya hingga saat ini aku belum mendapatkannya."
Dia memandang Ding Ding dan berkata dengan lembut dan perlahan,"Sepertinya kau sudah mendapatkan tempat itu."
Setelah menghabiskan tiga mangkuk mie daging, perempuan itu membawa Ding Ding dan kudanya ke kandang kuda di belakang rumah.
Di tempat itu ternyata ada sebuah kandang kuda. Perempuan itu membiarkan kudanya dan kuda Ding Ding makan dari tempat yang sama. Tangannya menunjuk setumpuk jerami dan bertanya,"Apakah kau bisa tidur di sana?"
"Aku pasti bisa tidur, walaupun tidur di atas kotoran kuda, aku tetap bisa tidur."
Perempuan itu tertawa.
Di wajahnya yang pucat tiba-tiba ada tawa dan tawanya seperti Mei Hoa (bunga Mei) di atas salju.
Melihat perempuan itu tertawa, Ding Ding dapat merasakan bahwa perempuan itu sangat kesepian. Dari pelana kudanya Ding Ding mengeluarkan tempat air dan kantung makanan, kecuali benda-benda itu masih tergantung dua bungkusan yang aneh. Tempat air dan tempat makanan sudah kosong, namun kedua bungkusan itu masih penuh. Bentuknya yang satu bulat dan yang lainnya panjang.
Lalu Ding Ding menurunkan kedua bungkusan itu dari pelananya, memasukkan ke dalam tumpukan jerami yang paling dalam. Kemudian dia tidur di atas tumpukan jerami itu.
Karena merasa sangat lelah dan mencium wanginya jerami, dia dengan cepat tertidur dan terseret ke alam mimpi.
Dia bermimpi ada sekelompok kambing, lalu ada seorang penggembala wanita yang genit sedang mencambuk kambing-kambing itu dengan cambuk yang panjang. cambuk itu ternyata berduri.
Ding Ding tiba-tiba berada di antara sekelompok kambing-kambing ini.
Begitu terbangun dari mimpi buruknya, keringat dingin sudah membanjiri dan membasahi bajunya.
Yin Meng malam itu tidak bermimpi karena dia sama sekali tidak dapat tidur.
Dia bangun dari tidur-tidur ayamnya. Hari sudah terang dan angin pun semakin menjauh hilang di tengah hamparan padang pasir. Dari luar rumah terdengar suara orang yang membelah kayu, bunyinya sangat teratur.
Ding Ding ternyata yang membelah kayu, dia membelah kayu dengan cara yang aneh, tapi kayu-kayu itu dengan cepat sudah terbelah.
Yin Meng keluar dari rumah memakai mantel dan dia melihat Ding Ding dari beranda tempat tergantungnya lonceng angin. Gerakan Ding Ding tidak terburu-buru, kapak pun tidak tajam. Tetapi begitu kayu terbelah ada percikan kembang api.
Yin Meng terus memandang Ding Ding seperti seorang yang bodoh.
Ding berhenti mengayunkan kapak, dia mengelap keringatnya, dan baru tersadar melihat ada Yin Meng. Ding Ding yang tadinya merasa haus, lelah, dan lapar, tiba-tiba rasa itu menghilang. Keringat sudah menetes di wajahnya.
"Bila kau tidak keberatan biarlah ongkos aku membelah kayu untuk membayar biaya makan dan aku menginap di sini?"
"Boleh saja."
Tawa Yin Meng seperti orang yang bermimpi.
"Ini sudah lebih dari cukup."
"Aku sudah melihat bahwa di sini banyak kayu yang belum dibelah, pagar kandang kuda sudah banyak yang rusak, sepatu kuda sudah harus diganti, dan genting rumah pun harus ditambal," kata Ding Ding.
"Musim dingin akan tiba, tempat kau biasa mengawetkan daging dan ayam sudah bocor, bila tidak diperbaiki hingga musim semi tahun depan, persediaan makananmu akan menjadi busuk."
Yin Meng melihatnya dan berkata,"Apakah kau akan tinggal di sini dan melakukan semua pekerjaan itu?"
"Benar."
"Mengapa?"
Ding Ding menarik nafas kemudian bicara,"Sebelum salju mencair aku tidak mempunyai tujuan lain."
Yin Meng memandang Ding Ding sangat lama baru berkata pelan-pelan,"Seharusnya kau memperkenalkan dirimu dahulu."
"Margaku Ding namaku Ning, jadi panggilanku adalah Ding Ning, teman-teman memanggilku Ding Ding."
Pertama kali Yin Meng melihat Ding Ding sedang menunggang kuda coklat, mata, rambut, dan alis sudah dipenuhi oleh pasir coklat. Di pinggir pelana masih tergantung dua buah bungkusan. Sepatunya terbuat dari kulit berwarna coklat.
Tapi terasa sangat aneh sekarang, bila memandang Ding Ding, Yin Meng merasa Ding Ding adalah seorang laki-laki yang berwarna hitam.
Laki-Laki Hitam
Bulan 9 adalah bulan purnama, Ding Ding mengeluarkan dua buah bungkusan dari dalam tumpukan jerami. Pertama dia membuka bungkusan yang lebih besar. Di dalam bungkusan ada satu stel baju hitam yang sangat rapi dan sepasang sepatu kulit hitam.
Di bawah sinar bulan semua orang tentu bisa melihat kain baju itu adalah kain yang sangat mahal, lembut dan licinnya seperti kulit seorang perawan. Seorang pengelana seperti dia sebenarnya tidak pantas mengenakan baju semacam itu.
Namun begitu dia mengenakannya, sepertinya di dunia ini tidak ada orang yang berani mengatakan bahwa baju ini tidak pantas dikenakannya.
Kain yang licin menempel di tubuhnya yang kurus. Modelnya sangat bagus, jahitannya sangat halus. Sekejap mata dia sudah berubah seperti orang lain. Berubah seperti binatang lain.
Sekarang dia terlihat seperti seekor cheetah hitam.
Dia berdiri di bawah sinar bulan, meluruskan tangan dan kakinya. Semua tulang-tulangnya berbunyi seperti suara petasan.
Di telinganya terngiang-ngiang suara dan di depannya terbayang sepasang mata merah yang berbicara kepadanya,"Ding Ding kau harus ingat, bulan 9 di malam bulan purnama, kau harus melawan tiga orang yang sangat menakutkan. Mereka membunuh orang seperti minum air. Sewaktu mereka membunuh seperti sudah biasa dan sangat enteng, bila mereka sudah membunuhmu kau pun tidak akan tahu mengapa bisa mati."
"Tidak perlu kuatir." Kata Ding Ding.
"Aku sendiri tidak ingin mati dulu meski dipaksa oleh siapa pun, tidak akan bisa."
Ding Ding ingat nama ketiga orang itu. Dia menghabiskan waktu selama dua bulan untuk mengumpulkan keterangan. Ketiga orang itu adalah, Xuan Yuan Kai Shan, seorang laki-laki, berumur 33 tahun, tinggi 225 cm, berat 92 kilogram, memiliki kapak yang panjang. Panjang kapaknya 1,6 meter, berat kapaknya 39 kilogram, dari kecil dia tenaganya sudah besar. Xuan Yuan Kai Shan adalah anak seorang penebang kayu, ibunya berasal dari suku bangsa Miao.
Dia lahir di pegunungan Yun Nan dan Gui Zhou, sewaktu berumur 4 tahun dia sudah bisa mengangkat kapak ayahnya. Umur 7 tahun sudah bisa menggunakan kapak itu menebang pohon.
3 bulan kemudian dia sudah bisa menebang pohon besar untuk pertama kalinya. 3 bulan kemudian dengan menggunakan kapak yang sama menebang teman kencan ibunya.
Perempuan suku bangsa Miao menganggap kesucian seorang perempuan seperti seorang play boy menghamburkan uang begitu mudahnya, oleh sebab itu tidak ada orang yang memarahi Kai Shan.
Setelah dewasa dia menganggap jiwa manusia sangat murah, kadang-kadang dia menebang orang dengan gampangnya seperti menebang sebatang pohon.
Tentu saja tidak semua orang seperti pohon, menebang orang lebih sulit dari pada menebang pohon, oleh karena itu tiap tahun dia harus terluka sebanyak 27-28 kali, harus beristirahat di tempat tidur selama 100 hari lebih.
Yang lebih hebat lagi adalah dia berlatih hingga otot dan tulangnya menjadi kuat dan mempunyai semangat tidak takut mati. Dia juga memiliki sebuah ilmu yang bernama Xuan Yuan Kai Shan San Shi Liu Fu (36 jurus kapak Xuan Yuan Kai Shan), ilmunya didapat dari pertarungannya selama ini. Dari pada mengundang guru silat, pengalaman bertarung terasa lebih berguna. Oleh sebab itu sewaktu berumur 16 tahun di dunia persilatan orang-orang sudah menganggapnya sebagai pembunuh sadis nomor 32.
Tian Ling Zi, seorang perempuan, berumur 37 tahun, sudah pernah menikah, sudah menikah sebanyak 6 kali, belum setahun menikah sudah menjadi janda. Sekarang pun dia sedang menjanda.
Laki-laki yang pernah melihat Tian Ling Zi sangat banyak tetapi yang bisa melupakan dia seorang pun tidak ada.
Orang hidup di dunia memang beraneka ragam . Ada perempuan yang bisa membuat laki-laki begitu melihatnya pertama kali tidak akan bisa melupakannya.
Tags: buku
0 comments share
Blog Entry ANTARA BUDI DAN CINTA Jun 1, '07 9:17 AM
for everyone
ANTARA BUDI DAN CINTA
BAB 1
Cahaya meteor walaupun pendek tapi bintang tidak ada yang bersinar lebih terang dari meteor.
Bila meteor muncul walaupun bintang induk yang lama tidak berubah posisinya tidak dapat melebihi cahayanya.
Nyawa seekor kupu-kupu sangat lemah, lebih lemah dari bunga yang berwarna-warni.
Tapi kupu-kupu selalu hidup di musim semi. Dia indah dan terbang dengan bebas.
Walaupun nyawanya pendek tetapi dia harum.
Hanya pedang yang abadi.
Nyawa dan masa jaya seorang pendekar pedang selalu terletak pada pedang yang dipegangnya.
Bila sebuah pedang mempunyai perasaan, apakah dia akan mempunyai nyawa yang pendek sama seperti sebuah meteor?
ketika sebuah meteor jatuh, dia sedang berbaring di atas sebuah batu hijau.
Dia senang berjudi dan minum arak.
Dia pun senang main perempuan. Dalam kehidupannya selama ini dia sudah mencicipi banyak perempuan.
Dia juga pernah membunuh orang.
Namun apabila meteor muncul, dia sangat jarang melewati kesempatan ini karena dia selalu berbaring di tempat itu menunggu munculnya meteor.
Dia bisa merasakan terangnya cahaya meteor,sebab itu adalah salah satu kenikmatan dunia.
Dia tidak mau melewati kesempatan ini, karena dalam kehidupannya dia tidak mempunyai kesenangan yang lain.
Dulu dia pernah mempunyai keinginan menangkap sebuah meteor, namun sekarang khayalannya sudah tidak banyak lagi malah hampir tidak ada.
Bagi orang semacamnya, berkhayal merupakan suatu perbuatan yang lucu dan memalukan.
Disini adalah tempat yang paling dekat dengan jatuhnya meteor.
Sebuah rumah kayu yang terletak di kaki gunung, lampunya masih menyala. Pada saat angin berhembus, kadang-kadang terdengar suara tawa dan suara orang bersulang terbawa oleh angin naik ke atas gunung.
Itu adalah rumah kayunya, araknya dan juga perempuannya.
Namun dia lebih suka berbaring di tempat ini dan lebih senang menyendiri.
Cahaya meteor sudah menghilang, air di pinggiran batu sedang mengalir pelan. Waktu untuk bersenang-seang sudah lewat. Sekarang dia harus kembali dingin dan menjadi tenang, benar-benar tenang dan dingin.
Sebab sebelum membunuh, seseorang harus tenang dan dingin.
Sekarang dia harus membunuh orang, sebenarnya dia tidak suka membunuh.Setiap kali saat pedangnya menusuk jantung orang dan darah mengalir hingga ke ujung pedang kemudian menetes ke bawah, dia malah tidak dapat menikmati keadaan itu.
Dia hanya merasa sedih.
Walaupun dia sangat sedih, dia berusaha menahannya.
Dia harus membunuh orang, bila tidak membunuh orang dia yang akan mati.
Kadang-kadang orang hidup bukan untuk menikmati kesenangan namun untuk menahan kesedihan karena hidup adalah sebuah tanggung jawab. Siapa pun tidak ada yang bisa lari dari tanggung jawab itu.
Dia mulai mengenang saat pertama kali membunuh orang.
Luo Yang adalah sebuah kota yang sangat besar.
Di kota itu terdapat berbagai macam orang. Ada para pahlawan, pesilat, ada orang yang kaya, orang miskin, dan masih banyak perkumpulan-perkumpulan lainnya.
Namun nama-nama mereka tidak seperti nama Jin Qiang Li (nama orang, Jin Qiang=tombak emas, Li=nama marga).
Orang yang bagaimana kaya pun belum tentu bisa menyamai setengah dari kekayaan Jin Qiang Li. Dan tidak ada orang bisa menahan jurus Qi Qi Si Shi Jiu nya(tujuh x tujuh, empat puluh sembilan jurus).
Orang yang pertama kali dibunuh olehnya adalah Jin Qiang Li.
Harta dan nama tenar Jin Qiang Li bukan didapat dari langit, karena itu musuhnya sangat banyak hingga dia sendiri pun tidak dapat mengingatnya.
Namun tidak ada seorang pun yang berani mencoba membunuhnya dan yang ingin membunuh pun tidak ada yang berani.
Anak buah Jin Qiang Li sangat tangguh, kung fu mreka dapat dikatakan sangat terkenal di dunia persilatan. Dan terdapat juga dua orang dengan badan seperti raksasa selalu menggotong Jin Qiang si Tombak Emas.
Dia selalu dikelilingi oleh pengawal yang hebat.
Tubuhnya dibungkus oleh pakaian yang kebal terhadap pedang dan tombak sehingga orang susah membunuhnya karena itu dia benar-benar sangat sulit didekati.
Walaupun kung fu orang lebih tinggi dari dia tapi bila ingin membunuhnya harus melewati dulu 7 lapis penjagaan. Bila ingin masuk ke rumahnya harus melewati dulu anak buahnya yang memiliki kung fu tinggi, Dan sekali menyerang harus mengarah pada tenggorokan Jin Qiang Li, dan harus sekali gus membunuh karena bila meleset kau tidak mempunyai kesempatan untuk membunuh lagi.
Tidak ada orang yang ingin mencoba membunuhnya karena tidak ada yang mampu.
Hanya ada satu orang yang bisa membunuh dia, orang ini adalah Meng Xing Hun (nama orang).
Dia menghabiskan waktu setengah bulan untuk menyelidiki kehidupan Jin Qiang Li, semua gerak geriknya pun diamati, dia menghabiskan waktu satu bulan untuk memasuki rumah Jin Qiang Li, menyamar sebagai tukang pikul air di dapur Jin Qiang Li.
Dia menghabiskan waktu setengah bulan menunggu waktu yang tepat.
Semua hal terlihat seperti mudah tapi menunggu waktu yang tepat benar-benar tidak mudah. Karena Jin Qiang Li layaknya seorang perawan yang dingin, tidak memberi kesempatan untuk berdekatan.
Saat mandi atau ke kamar kecil pun selalu ada yang mengawalnya.
Namun bila sabar menunggu kesempatan itu pasti datang. Bahkan seorang perawan pun bila tiba waktunya dia akan menjadi seorang istri dan ibu.
Pada suatu hari, angin bertiup sangat kencang dan membuat topi Jin Qiang Li terlepas, empat orang pengawal berebut mengambil topinya.
Pandangan Jin Qiang Li mengikuti ke mana topi itu diterbangkan angin.
Pada saat tidak ada orang yang memperhatikan dan kesempatan yang sempit. Karena kecerobohan para pengawal itu mereka meninggalkan majikannya begitu saja karena menganggap tidak ada yang perlu dikuatirkan. Pada saat itulah Meng Xing Hun sudah ada di belakang Jin Qiang Li dan langsung menusuknya. Hanya satu kali tusuk langsung menusuk dari belakang leher dan keluar di tenggorokan kemudian pedang dicabut, segera darah berceceran dan berhamburan seperti kabut.
Kabut darah menutupi pandangan setiap orang. Kilauan pedang mengejutkan jiwa setiap orang.
Begitu kabut darah menghilang, Meng Xiang Hun sudah jauh dari mereka.Tidak ada orang bisa melukiskan kecepatan tangan dan pedangnya.
Menurut cerita orang-orang, sewaktu Jin Qiang Li dimasukkan ke dalam peti mati, matanya masih terbuka dan sorot matanya menggambarkan rasa curiga dan rasa tidak percaya.Dia tidak percaya dirinya bisa mati dan dia pun tidak percaya ada orang yang mampu membunuhnya.
Kematian Jin Qiang Li mengegerkan dunia persilatan tapi nama Meng Xing Hun tidak ada yang mengetahui.
Karena tidak ada yang mengetahui siapa yang membunuh Jin Qiang Li hingga tak ada orang yang berani bersumpah dia akan membalaskan dendam Jin Qiang Li.
Bahkan sebaliknya ada pula yang bersumpah mencari si bintang penyelamat, begitu menemukan dia akan segera berlutut dan mencium kakinya untuk berterima kasih karena telah menyingkirkan seorang penjahat.
Ada seorang pesilat muda yang ingin terkenal, juga ingin mencarinya, hanya ingin bertarung dengannya untuk membuktikan pedang siapa yang paling cepat.
Semua tidak dipedulikan olehnya.
Sesudah membunuh orang biasanya dia seorang diri lari ke rumahnya yang kecil dan bersembunyi di sudut rumah sambil menangis dan muntah-muntah.
Saat ini dia sudah tidak bisa menangis lagi karena air matanya sudah kering, tapi setiap kali bila sudah membunuh orang dan melihat darah yang masih tersisa di pedangnya dia masih terus bersembunyi.
Sebelum membunuh orang dia tampak dingin dan tenang. Namun setelah membunuh orang dia tidak dapat menahan diri lagi.
Dia harus berjudi, minum arak hingga mabuk, kemudian mencari perempuan yang cantik untuk melupakan kejadian saat dia membunuh orang. Tapi dia selalu sulit melupakannya dan terus terbayang-bayang.
Karena itu dia harus terus menerus berjudi, minum arak, dan mencari perempuan hingga dia membunuh orang lagi.
Waktu itu dia melarikan diri ke gunung kemudian berbaring di sebuah batu hijau, dia tidak mau memikirkan apa-apa, dia tidak dapat berpikir dan tidak mau berpikir.
Dia hanya memaksakan diri supaya tenang dan siap untuk membunuh yang lain.
Orang yang akan dia bunuh tidak dia kenal juga tidak ada dendam antara mereka, bahkan kadang-kadang belum pernah bertemu.
Orang ini hidup atau mati tidak ada hubungan dengannya. Namun dia tetap harus membunuh orang itu.
Dia harus membunuh orang itu karena diperintah oleh Gao Lao Da (kakak Gao).
Pertama kali dia bertemu dengan Gao Lao Da, umurnya baru 6 tahun, waktu itu dia sudah 3 hari tidak makan. Rasa lapar untuk anak berumur 6 tahun lebih menyeramkan dari pada kematian.
Dia lapar hingga pingsan di tengah jalan, apa pun dia tidak ingat lagi.
Anak berumur 6 tahun sudah merasakan bagaimana artinya sebuah kematian, karena waktu itu dia merasa benar-benar sudah mati. Mungkin lebih baik dia mati saat itu.
Akhirnya dia tidak mati karena ada sepasang tangan yang menolongnya dengan memberikan bakpao setengah dari miliknya.
Tangan Gao Lao Da, bakpao yang dingin dan keras.
Begitu dia menerima sepotong bakpao, air mata seperti mata air yang mengalir di musim semi. Air matanya membasahi bakpao itu, selamanya dia tidak akan melupakan rasa air mata yang asin dan pahit bercampur dengan rasa bakpao yang dingin.
Dia pun tidak akan melupakan tangan Gao Lao Da.
Saat sepasang tangan itu bukan memberikan bakpao dingin lagi melainkan uang dan emas. Berapa pun yang diminta oleh Meng Xing Hun, Gao Lao Da pasti akan memberikannya.
Kadang-kadang sepasang tangan itu memberikan secarik kertas kecil. Di atas kertas itu hanya tertulis nama orang, tempat dan waktu.
Kertas itu adalah sebuah surat tagihan nyawa.
Shu Zhou (nama kota), Sun Yu Bo (nama orang), 4 bulan.
Empat bulan artinya dalam waktu 4 bulan Sun Yun Bo harus mati di tangan Meng Xing Hun.
Semenjak Meng Xing Hun membunuh Jin Qiang Li, dia tidak perlu menghabiskan waktu 3 bulan untuk membunuh orang.
Waktu dia membunuh pesilat ternama, dia hanya menghabiskan waktu 41 hari.
Ini bukan berarti pedangnya cepat, tapi karena hatinya dingin dan tangannya lebih dingin lagi.
Dia tahu dia tidak perlu menghabiskan waktu selama 3 bulan untuk membunuh orang, bahkan Gao Lao Da pun mengetahuinya.
Namun sekarang waktu yang tersedia adalah 4 bulan. Ini artinya Sun Yu Bo adalah orang yang hebat, tentu membunuh orang ini sangat sulit.
Nama Sun Yu Bo bagi Meng Xing Hun tidak begitu asing lagi, sebenarnya orang di dunia persilatan banyak yang mengetahui nama Sun Yu Bo. Bagi orang yang tidak mengetahui nama Sun Yu Bo layaknya pengikut Budha yang tidak mengetahui dewa Ru Lai (nama dewa).
Di dalam pandangan mata orang-orang dunia persilatan, Sun Yu Bo adalah dewa Ru Lai, juga adalah seorang dewa kematian dalam wujud manusia. Bila dia sedang baik, dia bisa berada di sisi seorang anak yang tidak dia kenal, bercerita selama 3 hari 3 malam. Namun pada saat dia marah dalam 3 hari dia mampu meratakan sebuah gunung.
Nama yang terkenal itu di dalam hati Meng Xing Hun sudah tidak ada artinya, nama orang itu baginya adalah harus mati.
Terbayang oleh Meng Xing Hun saat pedangnya menusuk jantung Sun Yu Bo dan dia pun membayangkan pedang Sun Yu Bo menusuk jantungnya. Bila bukan Sun Yu Bo yang mati maka dia yang akan mati.
Sudah tidak ada pilihan lagi baginya. Siapa yang akan mati, dia sudah tidak peduli.
Di ufuk timur cahaya matahari semakin terang. Kabut di pagi hari makin banyak, lambat laun ditiup oleh angin dan menyebar ke semua arah. Tidak ada seorang pun yang tahu kabut ini akan menghilang ke mana.
Apakah kehidupan juga akan seperti kabut ini?
Meng Xing Hun pelan-pelan berdiri kemudian naik ke atas gunung. Rumah kayu itu terletak di kaki gunung. Cahaya lampu menyorot kertas jendela. Kadang-kadang terdengar suara yang keluar dari rumah itu, orang yang berada di dalam rumah tidak mengetahui bahwa kegembiraan sudah mengikuti hilangnya malam. Kesedihan yang nyata mengikuti datangnya sinar matahari.
Meng Xing Hun mendorong pintu rumah. Berdiri dan melihat sekeliling rumah.Orang yang berada di rumah itu tinggal 4 hingga 5 orang. Hampir semuanya telanjang, ada yang tidur, ada yang mabuk, bahkan ada yang sedang termenung.
Saat melihat kedatangan Meng Xing Hun, orang yang mabuk mulai setengah sadar, orang yang tidur mulai terbangun, ada seorang perempuan yang setengah telanjang berlari mendekati Meng Xing Hun. Dadanya yang hangat menempel ke dada Meng Xing Hun.
Mereka sangat cantik dan masih muda. Mereka tidak merasa menjual diri adalah hal yang sangat menakutkan. Mereka masih bisa tertawa manis dan riang.
"Kemana kau pergi ? Kami disini tidak bisa minum arak tanpamu."
Meng Xing Hun memandang mereka dengan dingin.
Perempuan-perempuan itu dengan sengaja datang ke tempat ini untuk bertemu dengannya. Demi perempuan-perempuan ini uang di saku Meng Xing Hun mengalir keluar seperti air.
Setengah hari yang lalu, kemungkinan dia masih bisa memeluk para perempuan, seperti seseorang yang membaca buku dengan cerita-cerita manis yang dia sendiri pun tidak mempercayainya, namun sekarang dia hanya ingin berkata,
"Keluar!"
"Kau menyuruh mereka keluar?"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar