Bisakah manusia dengan ambisi sebesar Pek Jau-hui selamanya hidup teralingi bayang-bayang kebesaran nama Ang sui to So Bong-seng?
Pek Jau-hui si “hati yang ingin terbang, selamanya tak bisa mati” demi mencapai ambisinya menjadi manusia nomor satu dikolong langit berniat menyingkirkan saudara angkatnya.
Kalau didunia ini sudah ada Pek Jau-hui kenapa harus ada So Bong-seng? Logikanya simpel, selama So Bong-seng masih bernafas, Pek Jau-hui akan selalu menjadi nomor dua. Oleh karena itu, Pek Jau-hui harus membinasakan So Bong-seng, dan oleh karena itu jg So Bong-seng mutlak harus mati.
Saudara? Apakah arti saudara? Setipis itukah makna saudara bagi Pek Jau-hui? Yang jelas pertarungan hidup mati Pek Jau-hui-So Bong-seng tak terelakkan lagi.
Bagaimanakah hasil pertarungan tersebut? Siapa unggul? siapa asor? Lalu, bagaimana dengan adik ketiga mereka, Ong Siau-sik? Bagaimana dia harus bersikap? kemana dia akan memihak?
Mendengar kabar tentang pertarungan kedua saudara angkatnya, Ong siau-sik segera kembali ke kotaraja setelah buron bertahun-tahun. Ia mendirikan pagoda belalai gajah untuk menuntut keadilan bagi so bong-seng. Sekali lagi, pertarungan hidup-mati antara dua orang yang pernah mengangkat sumpah sehidup-semati dibawah nama saudara tak terelakkan.
Bermaksud baik untuk meredakan pertikaian antara dua saudara angkat, Un-gi mendatangi hong-yu-lo dan mencari pek jau-hui untuk bertindak sebagai penengah, tapi langkahnya itu justru berakibat fatal, tiga kekuatan besar di kotaraja mempercepat rencananya untuk melakukan pertarungan sengit.
Darah tercecer, jiwa melayang, sekali lagi kotaraja menjadi saksi bisu keserakahan ambisi manusia akan kekuasaan......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar