Jumat, 11 Januari 2008

Pedang Satu Kata

PEDANG SATU KATA

BAB 1

Bencana Dunia Persilatan

Pejabat dan Penjahat Berkuasa.

Di jalan raya menuju Kim-leng.

Sebuah kuda tunggangan sedang berlari kencang. Penunggangnya seorang pemuda berusia 20th lebih, sekuat tenaga dia melarikan kudanya, meninggalkan segumpalan debu, sepertinya dia ada urusan mendesak dan penting!

Jalan raya ramai dengan orang yang berlalu-lalang, kereta pun tidak ketinggalan, mana dapat menghadapi dia yang melintas dengan seenaknya begini? Apalagi hujan baru berhenti belum lama. Jalanan masih basah dan licin!

Tetapi teknik berkuda pemuda ini cukup mahir, kudanya pun gagah. Biarpun kereta kuda terus berlalu-lalang, dia bisa menerobos pada celah-celahnya. Paling-paling hanya memercikkan lumpur ke tubuh orang yang dilewati!

Tentu saja ada orang yang tidak bisa menerima hal ini, baru saja akan mengomel, begitu melihat dalam bayangan debu yang samar-samar ada bendera kuning yang melambai, caci maki yang sudah sampai di bibir terpaksa ditelan kembali.

Perusahaan pengawalan Tian-wei adalah perusahaan angkutan barang yang paling besar di kota Kim-leng. Cong-Piautau yang bertanggung jawab adalah Khu Tiat-wie, seorang pesilat ternama yang bijaksana dan disegani. Pemuda yang menunggang kuda tadi tentu salah seorang pengawal dari perusahaan pengawalan Tian Wei milik Khu Tiat-wie

Khu Tiat-wie sangat terkenal di kota Kim-leng. orangnya ramah, suka membantu yang susah, ketat mengawasi kelakuan anak buahnya.

Dalam kota Kim-leng ada beberapa perusaha-an pengawalan, para pegawainya selalu berbuat seenaknya, sering sekali dengan kekerasan menindas orang. Tapi pegawai-pegawai perusahaan pengawalan Tian Wei tidak pernah berbuat begitu. Sehingga melihat orang yang melarikan kudanya dengan terburu-buru mereka menyimpulkan tentu ada masalah mendesak yang tidak bisa ditunda. Orang yang merasa dirugikan setelah berpikir-pikir jadi memakluminya!

Demi mengejar waktu, pemuda itu mengekang kepala kudanya, berbelok ke sebuah lorong kecil, lorong ini setelah hujan tampak becek sekali. Sulit untuk dilalui. Tetapi lorong itu bisa mempersingkat jarak. Mengandalkan kegagahan kuda dan kepandaian teknik berkuda, dia tidak berpikir panjang langsung membelok ke dalam lorong ini!

Setelah berjalan lebih dari satu li, saat akan melintas sebuah hutan, tidak terduga dari jalan yang miring tiba-tiba menerobos seekor keledai hitam. Diatas keledai duduk seorang pemuda. Kondisi kedua belah pihak tampak sama-sama tergesa-gesa, mau menghindar pun sudah tidak keburu. Penunggang kuda segera menarik tali kekangnya, kudanya ternyata luar biasa, sambil meringkik panjang, dua kaki belakang dengan tidak terduga melompat melewati punggung keledai hitam! Gerakan tadi sangat berbahaya. Sedikit meleset saja, penunggang keledai hitam akan tersepak jatuh.

Pemuda penunggang kuda tampak menyatu dengan manis, sehingga kudanya mulus meluncur lewat atas kepala penunggang keledai. Empat kaki kuda membuka, sedikitpun tidak menyentuh. Setelah kaki kuda menyentuh tanah, penunggangnya pun menghela napas dalam-dalam. Dia segera membalikkan kepala melihat ke belakang. Pas melihat tampak dua kaki belakang keledai itu sedang menendang-nendang, pantatnya mengangkat tinggi-tinggi, orang yang di atas keledai jadi terlempar ke udara. “Bluk!” orangnya pun terjatuh ke dalam lumpur!

Setelah penunggangnya terlempar, keledai yang terkejut itu kabur tunggang-langgang dan lari masuk ke dalam hutan. Penunggang di atas kuda melihat kejadian itu, gara-gara gelisah ingin cepat sampai tujuan maka terjadilah tragedi konyol begini. Memang kedua belah pihak pun bersalah. Tetapi karena penunggang keledai terjatuh dalam lumpur, maka diri sendiri jadi merasa salah. Dia cepat-cepat membalikkan kudanya, membungkukkan tubuh dari atas pelana menarik orang itu, dengan penuh penyesalan berkata:

“Saudara tidak apa-apa?”

Pemuda itu berumur kira-kira 30th an. Berbaju panjang longgar dari sutra hitam. Di pinggangnya terselip sebuah pedang panjang. Dengan suara amat dingin dan menjulurkan tangan berkata:

“Ganti!”

Penunggang kuda melihat dia membawa senjata, merasa orang tersebut pasti dari dunia persilatan. Sekujur tubuh penuh lumpur mukapun tampak marah, dari bajunya dia segera mengeluarkan sebonggol uang perak kira-kira 10 tail, menyodorkan padanya dan berkata:

“Aku tergesa-gesa sehingga membuat susah anda. Disini ada sedikit uang untuk mengganti baju anda!”

Orang berbaju hitam menerima uang itu, tetapi menyodorkan lagi tangan sambil berkata:

“Ganti!”

Penunggang kuda merasa aneh:

“Aku sudah mengganti baju anda. Harus mengganti apalagi?”

Orang berbaju hitam itu menjulurkan tangan menunjuk ke arah hutan:

“Keledai.”

Penunggang kuda itu merasa pihak lawan rada keterlaluan, dia berkata kesal:

“Keledai anda hanya terkejut saja, larinya tidak akan jauh. Anda bisa mencarinya kembali!”

Orang berbaju hitam itu tetap menjulurkan tangannya dan berbicara satu kata:

“Ganti!”

Pemuda itu membalikkan kepala kudanya:

”Maaf! Aku sedang ada urusan penting, aku tidak bisa berlama-lama disini. Aku sudah mengganti bajumu, itu sudah termasuk lumayan. Semua kejadian ini juga bukan kesalahanku saja!”

Sambil berkata dia bersiap akan pergi lagi, siapa sangka meski sudah 2 kali menjepit perut kudanya, selangkahpun kudanya tidak mau berjalan, ke empat kaki kuda itu bergerak-gerak di tanah dan meringkik terus-terusan!

Pemuda itu memalingkan kepala melihat ke belakang. Tampak sebelah tangan orang berbaju hitam itu sedang memegang buntut kuda sampai lurus, sedang kudanya sedikitpun tidak bisa melepaskan diri. Dia segera menyadari, dia telah berhadapan dengan lawan yang tangguh. Sebab dia tahu kudanya adalah seekor kuda pilihan. meski diberi beban 500 kg, dia tetap bisa berlari kencang. Sekarang kekuatan kudanya ternyata bisa ditahan dengan sebelah tangan, dari sini bisa diketahui betapa hebatnya kepandaian orang ini.

Kalau di hari biasa dia pasti akan turun dari kudanya dan meminta maaf. Sebab Khu Tiat-wie selalu berpesan begitu, tapi hari ini dia betul-betul mempunyai urusan mendesak yang tidak bisa ditunda-tunda sehingga dia langsung melayangkan tangannya, cambuk kudanya dipukulkan ke lengan orang itu, dengan suara berat berteriak:

”Lepaskan!”

Sabetan pecutnya amatlah keras. Orang ini memiringkan kepala menghindar, pecut memang bisa dihindarkan dan tangannya tetap tidak melepaskan pegangannya. Hanya saja karena tubuhnya menggeser, pertahanan kakinya jadi agak berkurang, hingga tubuhnya tergusur oleh kuda yang berlari ke depan. Pemuda itu melihat lawan tetap tidak mau melepaskan tangannya, dan terus mengikuti kudanya, hatinya menjadi panas. “Syuuut!” untuk kedua kalinya cambuk disabetkan, kali ini cambuknya ditujukan memecut punggung tangan orang itu, terpaksa orang itu melepaskan pegangannya.

Sekarang pemuda itu menjadi bebas, dia juga malas banyak bicara. Dia langsung memecut kuda dan pergi. Sesudah berlari lebih dari 1 li. Dia memandang ke belakang, melihat orang berbaju hitam itu tidak tampak mengejar, hatinya baru merasa sedikit tenang.

Siapa sangka baru saja berlari tidak jauh, sebuah bayangan hitam tiba-tiba muncul dari dalam hutan yang berada di pinggir jalan, langsung menubruk ke arah kepala kuda. Sebentar saja sangkar kepala kuda sudah dikuasainya:

”Kau, turun!”

Rupanya tenaga orang itu kuat sekali. Secara paksa kuda yang sedang berlari kencang bisa diberhentikan. Mulut kuda itu dikekang sampai berdarah, untung kuda ini kuda pilihan yang telah dilatih dengan ketat. Biarpun merasa sakit tetap tidak mengamuk, kalau tidak pemuda yang berada di atas pelana tentu sudah terbanting entah kemana.

Penunggang kuda mengawasi, ternyata orang yang melakukannya adalah pemuda yang berbaju hitam tadi, dia sangat terkejut. entah bagaimana orang ini bisa berlari lebih cepat dari kudanya. Sepertinya pertarungan sudah tidak dapat dihindari lagi. Tapi dia sungguh tidak ingin mencari masalah, dia meloncat turun dari atas kuda, menggenggam dan mengangkat kedua belah tangannya berkata:

”Sobat, aku adalah pengawal angkutan milik Khu Tiat-wie. Namaku Lo Kim-po karena ada masalah penting aku harus segera tiba di Kim-leng. Kalau ada persoalan yang kurang berkenan padamu, harap maafkan!”

Orang berbaju hitam menyentak:

”Tidak bisa!”

Lo Kim-po dengan cemas berkata:

”Sobat, asal kau mau sedikit berbaik hati, setelah aku menyelesaikan tugasku di Kim-leng, aku akan menerima syarat apapun darimu!”

“Tidak bisa!”

Lo Kim-po jadi benar-benar marah. Dengan suara keras dia memekik:

”Jadi apa kemauanmu?”

“Membunuhmu!” tangannya sudah menyen-tuh gagang pedang.

Lo Kim-po mundur selangkah, dia segera menggenggam pisau di pinggangnya:

”Sobat! Dulu kita tidak ada dendam sekarang pun kita tidak bermusuhan, hanya gara-gara masalah kecil, kenapa harus sampai berkelahi? Aku benar-benar ada urusan mendesak!”

“Chianggg!” orang berbaju hitam telah mencabut pedang panjangnya:

”Cabut pisaumu!”

Baru saja Lo Kim-po mencabut pisau, orang berbaju hitam itu secepat kilat sudah menusukkan pedangnya. Lo Kim-po menangkis dengan pisaunya, belum keburu membalas, tusukkan pedang kedua sudah tiba, tepat menusuk ke dalam dadanya. Tidak terpikir sedikit pun oleh Lo Kim-po jurus pedang lawannya ternyata begitu ajaib, dia tidak berani menggerakan tubuhnya, dia tahu jika pedang itu dicabut dari tubuhnya darah akan segera keluar dan nyawanya langsung melayang. Maka sambil menahan sakit dengan suara rendah dia berkata:

”Sobat, apa she dan namamu?”

Pui Ih!”

“Sobat Pui apakah mempunyai ganjalan denganku?”

“Ada!”

“Aku tidak pernah bertemu denganmu. Dari mana datang masalahnya?”

“Barusan!”

“Hanya masalah tadi sobat Pui tega sampai membunuhku?”

“Betul!”

Lo Kim-po menghela napas panjang:

”Sobat Pui apakah satu kelompok dengan gerombolan Tong-koan-san?”

“Bukan!”

“Apa ada hubungan dengan mereka?”

“Tidak ada!”

Dada Lo Kim-po mulai terasa sakit sekali. Sambil menggigit menahan sakit dia berkata lagi:

”Sobat, kau sudah menusukku, kemarahan pun sudah habis. Sudahlah, lepaskan aku!”

“Tidak bisa! Kau tetap harus mati!”

“Kenapa?”

“Sebab kau telah memaksaku mengucapkan dua patah kata. Aku sudah bersumpah, hanya berbicara satu patah kata dengan orang lain. Siapa pun yang mendesak aku sampai mengeluarkan kata kedua, maka orang itu harus mati!”

“Ini sumpah gila!”

“Jangan banyak bicara, yakinlah kau harus mati. Sebenarnya aku mau lebih banyak berbicara denganmu. Tetapi aku tidak sabar, kau akan mati, apa masih ada pesan?”

Lo Kim-po mendesah panjang:

”Bertemu orang aneh sepertimu, aku terpaksa harus menerima nasib ini. Aku pribadi tidak ada pesan yang perlu di sampaikan. Aku hanya berharap kau, mengantar mayatku ke perusahaan Tian Wei, beritahu pada pemimpin perusahan, barang yang dikirim ke barat. Di Tong-koan-san dirampok orang, pihak lawan tidak jelas, di tubuhku ada sebuah senjata rahasia berbentuk mata uang. Itu adalah senjata rahasia yang mereka gunakan. Harap pemimpin perusahaan secepatnya meneliti dan mencari tahu siapa pihak lawan dan mengambil kembali barang yang hilang...”

“Baik lah!” dua patah kata baru keluar dari mulutnya, cahaya pedang sudah berkelebat. Kepala Lo Kim-po sudah terpotong dan “Bluggg!” sedangkan tubuhnya roboh ke tanah.

Pui Ih mencabut kembali pedang panjangnya, menghapus darahnya ke baju Lo Kim-po. Lalu menyimpan kembali ke dalam sarungnya. Dengan mendesah ringan berkata:

”Ini ke sembilan kalinya aku membunuh orang. Sumpah guru tampaknya sulit sekali dilaksanakan, sebenarnya kali ini tidak semestinya aku harus membunuh orang ini. Aku tidak seharusnya berucap ‘Kau, Turun!’ dua patah kata itu membuat hilang kesabaran aku. Apakah semua karena kebanyakan membunuh orang? Kalau begini terus, selama sepuluh tahun entah berapa banyak orang yang akan kubunuh? Apa maksud sumpah guru ini sebenarnya?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar