Rabu, 24 Juni 2009

Ho Keng Koen Loen


HO KENG KOEN LOEN

YANG PERTAMA DARI PENTALOGI WANG DULU

Tahun 1952-1953, Penerbit Gie Hiap di Tasikmalaya menerbitkan serial Hok Keng Koen Loen, yang disadur oleh penterjemah cerita silat top saat itu, Tjan Khim Hiap. Belum genap serial ini selesai diterbitkan, di Jakarta diterbitkan serial Ho Keng Koen Loen yang disadur oleh OKT (Oey Kiem Tiang). Pertama berupa serial di publikasi Star Weekly, lalu kemudian pada tahun 1954 menjadi serial silat pertama yang dipublikasikan penerbit Tjerita Silat Keng Po.
Tentunya ada yang luar biasa pada Ho Keng Koen Loen, sehingga dua penerbit besar di era itu sampai berani menerbitkan sebuah kisah silat secara bersamaan.
Di akhir tahun 2000, sutradara Ang Lee merilis sebuah film layar lebar berjudul Crouching Tiger, Hidden Dragon. Karya sinematografi ini memenangkan sejumlah piala Oscar. Ang Lee mendasari film suksesnya itu dari sebuah cerita silat berjudul Go Houw Tjhong Liong.
Go Houw Tjhong Liong adalah bagian ke-4 dari Pentalogi Wang Dulu. Pentalogi yang dimulai dari Ho Keng Koen Loen.
odipi (On Demand Printing) Sungai Telaga kini menghadirkan kembali Ho Keng Loen Loen! Merayakan 55 tahun lebih ulang tahun penerbitan pertama Ho Keng Koen Loen di Indonesia, kisah ini kembali dapat Anda miliki dalam bentuk Buku Linen Hardcover Laser Printing dengan sampul Jaket Cover berwarna 2 Jilid @ 425 halaman

Sedikit resensinya sebagai berikut :
KETIKA cersil masih terasa begitu murni, tanpa ilmu silat luar biasa, belum ada lweekang (tenaga dalam) tak kepalang lihay yang mampu meremukkan batu cadas gunung, pada masa itulah berjaya karya-karya Wang Du-lu.
Kira-kira lima puluh tahun lalu, untuk pertama kalinya saya mencuri baca cersil “HO KENG KOEN LOEN” terjemahan OKT, dari guntingan harian Keng Po yang dibundel Papa saya. Ternyata saya langsung menyukainya, dari sinilah awal kegemaran saya membaca cersil. Kendati detail cerita sebagian besar sudah terpupus dari memori oleh sang waktu dan banyaknya buku yang dilalap, namun intisarinya masih mengendap dalam otak sampai hari ini. Mohon dimaafkan kalau ada kesilapan, namun lebih-kurang sinopsisnya sebagai berikut;
Kang Siauw Hoo, sebagai bocah, menyaksikan sendiri bagaimana ayahnya tewas di tangan Pauw Koen Loen. Padahal beliau adalah salah seorang murid Pauw. Memang ayah Siauw Hoo telah melakukan suatu kesalahan hingga tak bisa diampuni sang guru sekaligus pemimpin perkampungan Pauw yang sangat otoriter. Betapapun, si bocah menyimpan dendam kesumat dan bersumpah dalam hati, kelak akan menuntut balas pada Pauw.
Sebagai anak-anak, Siauw Hoo tetap tinggal di perkampungan Pauw, diperlakukan sebagai pelayan hina. Hanya, Ah-Loan, cucu perempuan kesayangan Pauw yang bersimpati kepadanya.
Menjelang remaja, Siauw Hoo memutuskan untuk berkelana di rimba persilatan sembari menuntut ilmu silat. Betapa naifnya, ketika ia berlatih ginkang (ilmu meringankan tubuh) dengan cara melompat naik-turun ke atap genteng penginapan.
Ketika bertemu seorang pendekar dari wilayah lain, Siauw Hoo mengadukan nasib. Si pendekar bersedia mengikutinya ke perkampungan Pauw. Namun kakek Pauw kelewat kosen, hingga pendekar undangan Siauw Hoo dipecundangi.
Tak kenal putus asa, Siauw Hoo terus mencari, sampai bertemu seorang kakek aneh, yang selalu tahu-tahu berjalan di depannya, kendati tadi sudah ditinggalkan Siauw Hoo yang berkuda. Sadarlah pemuda kita, kalau ia telah bertemu pendekar sakti. Memang benar, sang kakek adalah Kiu Hoa Loojin, yang membawa Siauw Hoo ke Kiu-hoa-san (Gunung Sembilan Bunga). Di sini Siauw Hoo digembleng ilmu silat bersama suheng (abang seperguruannya) , si Gagu Ah-Hiap.
Bertahun-tahun kemudian, Siauw Hoo turun gunung sebagai pemuda gagah dengan nama baru, Kang Lam Hoo. Dalam pengembaraannya ia bertemu dua pendekar muda lain. Lie Hong Kiat yang tenang dan bergaya pelajar, serta Kie Kong Kiat yang gagah dan temberang.
Kang Lam Hoo menantang Pauw Koen Loen bertanding. Sekarang memang ilmunya sudah tinggi, hingga bisa membuat si kakek Pauw sengsara habis-habisan. Namun cintanya pada Ah-Loan yang telah menjadi gadis pendekar jelita membuat Kang terombang-ambing antara dendam dan cinta. Sedangkan Lie Hong Kiat dan Kie Kong Kiat merupakan sahabat sekaligus saingannya dalam bersilat dan kemelut asmara!
Sesungguhnya “Ho Keng Koen Loen” atau “Riwayat Kang Lam Hoo” merupakan cerita pertama dari pentalogi (lima buku) karya empu Wang Du Lu (1909-1977). Pentalogi tersebut diterbitkan di Hong Kong dari tahun 1936 sampai dengan 1944.
OKT yang mengalihkannya ke bahasa Indonesia, dan kemudian dibukukan oleh penerbit Keng Po berurutan sebagai berikut:

“Ho Keng Koen Loen” (1954)
“Po Kiam Kim Tjee” (1956)
“Kiam Kie Tjoe Kong” (1958)
“Go Houw Tjhong Liong” (1959)
“Tiat Kie Gin Pan” (1960)
Dari pentalogi ini yang paling terkenal kemudian adalah “Go Houw Tjhong Liong” karena difilmkan oleh Ang Lee dengan tajuk, “Crouching Tiger Hidden Dragon”. Aktor simpatik Chow Yun-fat berperan sebagai Li Mu Bai.
Dalam dialek Tionghoa-Hokkian, Li Mu Bai dibaca Lie Bouw Pek (bukan lain daripada anak Lie Hong Kiat yang menjadi murid Kie Kong Kiat dan juga mewarisi ilmu Kang Lam Hoo).
Cara bertutur Wang Du Lu yang diterjemahkan dengan baik oleh OKT telah membuat ribuan pembaca kesengsem. Sulit dilupakan bagi yang pernah membacanya. Sedangkan mengenai aspek humanisme (kemanusiaan) serta kependekaran Kang Lam Hoo menurut pendapat saya pribadi, bisa disejajarkan dengan riwayat Miyamoto Musashi, si ronin samurai yang menggetarkan.
Demikian sekadar nostalgia ke masa awal kejayaan cersil demi menyambut ulang terbit “Ho Keng Koen Loen” setelah 55 tahun!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar