Minggu, 13 Januari 2008

Link For Online Reader

Berikut ini adalah daftar link untuk membaca cersil secara online, ataupun download e-book gratis yang saya ketahui :
1. Karangan Can I.D (Khu Lung) - Kumpulan Cerita Silat
2. Film Silat - Film & Cerita silat
3. Pengarang Baru - Serial Silat Tiongkok
4. Kho Ping Hoo - Top MDI
5. Cersil Jawa - Buyankaba
6. Gan K.L - Cerita Silat eSnips
7. Seri Legendaris - Cerita Silat
8. Resensi Film dan Lainnya - Indozone
9. Forum - Tjersil
10. Taman Bacaan - Cersil Anda
11. Proyek Keroyokan - Cerita Silat
12. Cersil in English - Wuxiapedia


Jumat, 11 Januari 2008

Pedang Satu Kata

PEDANG SATU KATA

BAB 1

Bencana Dunia Persilatan

Pejabat dan Penjahat Berkuasa.

Di jalan raya menuju Kim-leng.

Sebuah kuda tunggangan sedang berlari kencang. Penunggangnya seorang pemuda berusia 20th lebih, sekuat tenaga dia melarikan kudanya, meninggalkan segumpalan debu, sepertinya dia ada urusan mendesak dan penting!

Jalan raya ramai dengan orang yang berlalu-lalang, kereta pun tidak ketinggalan, mana dapat menghadapi dia yang melintas dengan seenaknya begini? Apalagi hujan baru berhenti belum lama. Jalanan masih basah dan licin!

Tetapi teknik berkuda pemuda ini cukup mahir, kudanya pun gagah. Biarpun kereta kuda terus berlalu-lalang, dia bisa menerobos pada celah-celahnya. Paling-paling hanya memercikkan lumpur ke tubuh orang yang dilewati!

Tentu saja ada orang yang tidak bisa menerima hal ini, baru saja akan mengomel, begitu melihat dalam bayangan debu yang samar-samar ada bendera kuning yang melambai, caci maki yang sudah sampai di bibir terpaksa ditelan kembali.

Perusahaan pengawalan Tian-wei adalah perusahaan angkutan barang yang paling besar di kota Kim-leng. Cong-Piautau yang bertanggung jawab adalah Khu Tiat-wie, seorang pesilat ternama yang bijaksana dan disegani. Pemuda yang menunggang kuda tadi tentu salah seorang pengawal dari perusahaan pengawalan Tian Wei milik Khu Tiat-wie

Khu Tiat-wie sangat terkenal di kota Kim-leng. orangnya ramah, suka membantu yang susah, ketat mengawasi kelakuan anak buahnya.

Dalam kota Kim-leng ada beberapa perusaha-an pengawalan, para pegawainya selalu berbuat seenaknya, sering sekali dengan kekerasan menindas orang. Tapi pegawai-pegawai perusahaan pengawalan Tian Wei tidak pernah berbuat begitu. Sehingga melihat orang yang melarikan kudanya dengan terburu-buru mereka menyimpulkan tentu ada masalah mendesak yang tidak bisa ditunda. Orang yang merasa dirugikan setelah berpikir-pikir jadi memakluminya!

Demi mengejar waktu, pemuda itu mengekang kepala kudanya, berbelok ke sebuah lorong kecil, lorong ini setelah hujan tampak becek sekali. Sulit untuk dilalui. Tetapi lorong itu bisa mempersingkat jarak. Mengandalkan kegagahan kuda dan kepandaian teknik berkuda, dia tidak berpikir panjang langsung membelok ke dalam lorong ini!

Setelah berjalan lebih dari satu li, saat akan melintas sebuah hutan, tidak terduga dari jalan yang miring tiba-tiba menerobos seekor keledai hitam. Diatas keledai duduk seorang pemuda. Kondisi kedua belah pihak tampak sama-sama tergesa-gesa, mau menghindar pun sudah tidak keburu. Penunggang kuda segera menarik tali kekangnya, kudanya ternyata luar biasa, sambil meringkik panjang, dua kaki belakang dengan tidak terduga melompat melewati punggung keledai hitam! Gerakan tadi sangat berbahaya. Sedikit meleset saja, penunggang keledai hitam akan tersepak jatuh.

Pemuda penunggang kuda tampak menyatu dengan manis, sehingga kudanya mulus meluncur lewat atas kepala penunggang keledai. Empat kaki kuda membuka, sedikitpun tidak menyentuh. Setelah kaki kuda menyentuh tanah, penunggangnya pun menghela napas dalam-dalam. Dia segera membalikkan kepala melihat ke belakang. Pas melihat tampak dua kaki belakang keledai itu sedang menendang-nendang, pantatnya mengangkat tinggi-tinggi, orang yang di atas keledai jadi terlempar ke udara. “Bluk!” orangnya pun terjatuh ke dalam lumpur!

Setelah penunggangnya terlempar, keledai yang terkejut itu kabur tunggang-langgang dan lari masuk ke dalam hutan. Penunggang di atas kuda melihat kejadian itu, gara-gara gelisah ingin cepat sampai tujuan maka terjadilah tragedi konyol begini. Memang kedua belah pihak pun bersalah. Tetapi karena penunggang keledai terjatuh dalam lumpur, maka diri sendiri jadi merasa salah. Dia cepat-cepat membalikkan kudanya, membungkukkan tubuh dari atas pelana menarik orang itu, dengan penuh penyesalan berkata:

“Saudara tidak apa-apa?”

Pemuda itu berumur kira-kira 30th an. Berbaju panjang longgar dari sutra hitam. Di pinggangnya terselip sebuah pedang panjang. Dengan suara amat dingin dan menjulurkan tangan berkata:

“Ganti!”

Penunggang kuda melihat dia membawa senjata, merasa orang tersebut pasti dari dunia persilatan. Sekujur tubuh penuh lumpur mukapun tampak marah, dari bajunya dia segera mengeluarkan sebonggol uang perak kira-kira 10 tail, menyodorkan padanya dan berkata:

“Aku tergesa-gesa sehingga membuat susah anda. Disini ada sedikit uang untuk mengganti baju anda!”

Orang berbaju hitam menerima uang itu, tetapi menyodorkan lagi tangan sambil berkata:

“Ganti!”

Penunggang kuda merasa aneh:

“Aku sudah mengganti baju anda. Harus mengganti apalagi?”

Orang berbaju hitam itu menjulurkan tangan menunjuk ke arah hutan:

“Keledai.”

Penunggang kuda itu merasa pihak lawan rada keterlaluan, dia berkata kesal:

“Keledai anda hanya terkejut saja, larinya tidak akan jauh. Anda bisa mencarinya kembali!”

Orang berbaju hitam itu tetap menjulurkan tangannya dan berbicara satu kata:

“Ganti!”

Pemuda itu membalikkan kepala kudanya:

”Maaf! Aku sedang ada urusan penting, aku tidak bisa berlama-lama disini. Aku sudah mengganti bajumu, itu sudah termasuk lumayan. Semua kejadian ini juga bukan kesalahanku saja!”

Sambil berkata dia bersiap akan pergi lagi, siapa sangka meski sudah 2 kali menjepit perut kudanya, selangkahpun kudanya tidak mau berjalan, ke empat kaki kuda itu bergerak-gerak di tanah dan meringkik terus-terusan!

Pemuda itu memalingkan kepala melihat ke belakang. Tampak sebelah tangan orang berbaju hitam itu sedang memegang buntut kuda sampai lurus, sedang kudanya sedikitpun tidak bisa melepaskan diri. Dia segera menyadari, dia telah berhadapan dengan lawan yang tangguh. Sebab dia tahu kudanya adalah seekor kuda pilihan. meski diberi beban 500 kg, dia tetap bisa berlari kencang. Sekarang kekuatan kudanya ternyata bisa ditahan dengan sebelah tangan, dari sini bisa diketahui betapa hebatnya kepandaian orang ini.

Kalau di hari biasa dia pasti akan turun dari kudanya dan meminta maaf. Sebab Khu Tiat-wie selalu berpesan begitu, tapi hari ini dia betul-betul mempunyai urusan mendesak yang tidak bisa ditunda-tunda sehingga dia langsung melayangkan tangannya, cambuk kudanya dipukulkan ke lengan orang itu, dengan suara berat berteriak:

”Lepaskan!”

Sabetan pecutnya amatlah keras. Orang ini memiringkan kepala menghindar, pecut memang bisa dihindarkan dan tangannya tetap tidak melepaskan pegangannya. Hanya saja karena tubuhnya menggeser, pertahanan kakinya jadi agak berkurang, hingga tubuhnya tergusur oleh kuda yang berlari ke depan. Pemuda itu melihat lawan tetap tidak mau melepaskan tangannya, dan terus mengikuti kudanya, hatinya menjadi panas. “Syuuut!” untuk kedua kalinya cambuk disabetkan, kali ini cambuknya ditujukan memecut punggung tangan orang itu, terpaksa orang itu melepaskan pegangannya.

Sekarang pemuda itu menjadi bebas, dia juga malas banyak bicara. Dia langsung memecut kuda dan pergi. Sesudah berlari lebih dari 1 li. Dia memandang ke belakang, melihat orang berbaju hitam itu tidak tampak mengejar, hatinya baru merasa sedikit tenang.

Siapa sangka baru saja berlari tidak jauh, sebuah bayangan hitam tiba-tiba muncul dari dalam hutan yang berada di pinggir jalan, langsung menubruk ke arah kepala kuda. Sebentar saja sangkar kepala kuda sudah dikuasainya:

”Kau, turun!”

Rupanya tenaga orang itu kuat sekali. Secara paksa kuda yang sedang berlari kencang bisa diberhentikan. Mulut kuda itu dikekang sampai berdarah, untung kuda ini kuda pilihan yang telah dilatih dengan ketat. Biarpun merasa sakit tetap tidak mengamuk, kalau tidak pemuda yang berada di atas pelana tentu sudah terbanting entah kemana.

Penunggang kuda mengawasi, ternyata orang yang melakukannya adalah pemuda yang berbaju hitam tadi, dia sangat terkejut. entah bagaimana orang ini bisa berlari lebih cepat dari kudanya. Sepertinya pertarungan sudah tidak dapat dihindari lagi. Tapi dia sungguh tidak ingin mencari masalah, dia meloncat turun dari atas kuda, menggenggam dan mengangkat kedua belah tangannya berkata:

”Sobat, aku adalah pengawal angkutan milik Khu Tiat-wie. Namaku Lo Kim-po karena ada masalah penting aku harus segera tiba di Kim-leng. Kalau ada persoalan yang kurang berkenan padamu, harap maafkan!”

Orang berbaju hitam menyentak:

”Tidak bisa!”

Lo Kim-po dengan cemas berkata:

”Sobat, asal kau mau sedikit berbaik hati, setelah aku menyelesaikan tugasku di Kim-leng, aku akan menerima syarat apapun darimu!”

“Tidak bisa!”

Lo Kim-po jadi benar-benar marah. Dengan suara keras dia memekik:

”Jadi apa kemauanmu?”

“Membunuhmu!” tangannya sudah menyen-tuh gagang pedang.

Lo Kim-po mundur selangkah, dia segera menggenggam pisau di pinggangnya:

”Sobat! Dulu kita tidak ada dendam sekarang pun kita tidak bermusuhan, hanya gara-gara masalah kecil, kenapa harus sampai berkelahi? Aku benar-benar ada urusan mendesak!”

“Chianggg!” orang berbaju hitam telah mencabut pedang panjangnya:

”Cabut pisaumu!”

Baru saja Lo Kim-po mencabut pisau, orang berbaju hitam itu secepat kilat sudah menusukkan pedangnya. Lo Kim-po menangkis dengan pisaunya, belum keburu membalas, tusukkan pedang kedua sudah tiba, tepat menusuk ke dalam dadanya. Tidak terpikir sedikit pun oleh Lo Kim-po jurus pedang lawannya ternyata begitu ajaib, dia tidak berani menggerakan tubuhnya, dia tahu jika pedang itu dicabut dari tubuhnya darah akan segera keluar dan nyawanya langsung melayang. Maka sambil menahan sakit dengan suara rendah dia berkata:

”Sobat, apa she dan namamu?”

Pui Ih!”

“Sobat Pui apakah mempunyai ganjalan denganku?”

“Ada!”

“Aku tidak pernah bertemu denganmu. Dari mana datang masalahnya?”

“Barusan!”

“Hanya masalah tadi sobat Pui tega sampai membunuhku?”

“Betul!”

Lo Kim-po menghela napas panjang:

”Sobat Pui apakah satu kelompok dengan gerombolan Tong-koan-san?”

“Bukan!”

“Apa ada hubungan dengan mereka?”

“Tidak ada!”

Dada Lo Kim-po mulai terasa sakit sekali. Sambil menggigit menahan sakit dia berkata lagi:

”Sobat, kau sudah menusukku, kemarahan pun sudah habis. Sudahlah, lepaskan aku!”

“Tidak bisa! Kau tetap harus mati!”

“Kenapa?”

“Sebab kau telah memaksaku mengucapkan dua patah kata. Aku sudah bersumpah, hanya berbicara satu patah kata dengan orang lain. Siapa pun yang mendesak aku sampai mengeluarkan kata kedua, maka orang itu harus mati!”

“Ini sumpah gila!”

“Jangan banyak bicara, yakinlah kau harus mati. Sebenarnya aku mau lebih banyak berbicara denganmu. Tetapi aku tidak sabar, kau akan mati, apa masih ada pesan?”

Lo Kim-po mendesah panjang:

”Bertemu orang aneh sepertimu, aku terpaksa harus menerima nasib ini. Aku pribadi tidak ada pesan yang perlu di sampaikan. Aku hanya berharap kau, mengantar mayatku ke perusahaan Tian Wei, beritahu pada pemimpin perusahan, barang yang dikirim ke barat. Di Tong-koan-san dirampok orang, pihak lawan tidak jelas, di tubuhku ada sebuah senjata rahasia berbentuk mata uang. Itu adalah senjata rahasia yang mereka gunakan. Harap pemimpin perusahaan secepatnya meneliti dan mencari tahu siapa pihak lawan dan mengambil kembali barang yang hilang...”

“Baik lah!” dua patah kata baru keluar dari mulutnya, cahaya pedang sudah berkelebat. Kepala Lo Kim-po sudah terpotong dan “Bluggg!” sedangkan tubuhnya roboh ke tanah.

Pui Ih mencabut kembali pedang panjangnya, menghapus darahnya ke baju Lo Kim-po. Lalu menyimpan kembali ke dalam sarungnya. Dengan mendesah ringan berkata:

”Ini ke sembilan kalinya aku membunuh orang. Sumpah guru tampaknya sulit sekali dilaksanakan, sebenarnya kali ini tidak semestinya aku harus membunuh orang ini. Aku tidak seharusnya berucap ‘Kau, Turun!’ dua patah kata itu membuat hilang kesabaran aku. Apakah semua karena kebanyakan membunuh orang? Kalau begini terus, selama sepuluh tahun entah berapa banyak orang yang akan kubunuh? Apa maksud sumpah guru ini sebenarnya?”

Pedang Bunga Mei

PEDANG BUNGA MEI

Jilid ke satu

BAB 1

Bertarung di padang salju

Mei Hua mekar lebih awal dari musimnya. Udara terasa begitu dingin tapi bunga-bunga itu masih mekar dengan indahnya, dengan pohon cemara dan pohon bambu, mereka disebut sebagai 3 kawan baik.

Di luar kota Kun Ming, di Gunung Wu Hua, Mei Hua mekar di atas permukaan salju yang tebal, walaupun lapisan salju sangat tebal tapi Mei Hua tetap mengeluarkan harum yang terasa begitu segar, membuat hati setiap orang ikut merasa segar.

Di belakang gunung, di atas tumpukan salju putih, banyak pohon Mei yang sudah tua. Umurnya sudah ratusan tahun, ranting-rantingnya keras seperti potongan besi. Bunga bermekaran begitu banyak, alam terlihat begitu indah, benar-benar seperti pemandangan di surga.

Sore telah tiba, udara terasa dingin dan hari hampir gelap, Mei Hua terlihat lebih menarik lagi. Di tempat di mana Mei Hua mekar begitu banyak, terdengar ada seseorang yang menarik nafas panjang, lalu pelan-pelan terlihat ada seorang pelajar mengenakan topi kotak berjalan keluar. Dari manakah datangnya pelajar ini?

Dengan santai dia mengelilingi taman bunga Mei ini, menikmati Mei Hua yang sedang bermekaran, tapi di atas permukaan salju yang tebal tidak terlihat jejak kakinya. Dia berdiri di sebuah pohon Mei yang sudah tua, dengan teliti melihat Mei Hua yang ada di atas pohon itu. Baju yang melekat di tubuhnya mengikuti tiupan angin terus bergerak-gerak. Di saat sekarang dan di tempat seperti ini melihatnya, benar-benar seperti melihat dewa langit.

Hari begitu sunyi, suara serangga pun tidak terdengar, karena udara sekarang terasa begitu dingin tampak sosoknya. Dia memungut sepotong ranting kering, lalu menggoreskan ranting itu di atas salju, hanya beberapa goresan, tapi dia telah menghasilkan sebuah lukisan bunga Mei yang indah. Dan dengan sombong dia berdiri di atas salju, dia melukis dengan sempurna.

Dari kejauhan terdengar ada suara orang tapi suara itu sangat kecil dan masih berada di tempat jauh. Wajah pelajar itu tampak berubah, disudut mulutnya menjadi terangkat dia tertawa dingin, ketika tangannya sedikit diangkat, dan ranting pohon kering itu sudah melayang dan menancap di permukaan batu gunung itu.

Dia melihat ada beberapa sosok orang di kejauhan, hanya dalam waktu singkat mereka sudah berada di depannya. Kecepatan mereka tidak terbayangkan, tapi orang itu hanya tertawa menghina, ekspresi wajahnya terlihat lebih dingin lagi.

Beberapa sosok itu tampak berputar sebentar, lalu mereka berjalan menuju tempat di mana dia berdiri. Terdengar dia berkata pada dirinya sendiri, ”Mengapa hanya ada 4 orang? Apakah kali ini keinginanku tidak terlaksana lagi?”

Keempat orang tadi, begitu tiba di depannya pada jarak 5-6 meter langsung berhenti. Kemudian salah satu dari mereka yang wajahnya tampak merah dan bertubuh tinggi, penampilan-nya seperti seorang pendeta, sambil tertawa dia berkata, ”Shen Jun benar-benar datang tepat pada waktunya, malah kami yang terlambat datang.”

Suara tawanya terdengar menggema di lembah itu. Gema itu terus terdengar sambung-menyambung. Dengan dingin Shen Jun melihat mereka berempat, kemudian sorot matanya berhenti pada seorang pak tua yang perawakan-nya kurus dan kering.

Pak tua itu mengenakan mantel yang terbuat dari sutra, di punggungnya terselip pedang. Pedang itu sangat panjang. Tubuhnya yang kurus dan kering menggendong pedang. Pedang itu sangat panjang dan hampir mengenai tanah. Semua itu terlihat lucu walaupun tubuhnya kurus dan kering, tapi dahinya tampak lebar, sorot matanya seperti burung elang yang siap memangsa buruannya. Membuat siapa pun yang melihatnya menjadi takut.

Wajah mereka seperti sedang tertawa tapi tawa mereka adalah tawa terpaksa, walaupun tertawa tapi mereka tetap terlihat takut dan juga terkejut. Ekspresi ini merupakan kebiasaan manusia saat menghadapi ketegangan. Apalagi salah satu dari mereka yaitu seorang pemuda tampan, bisa dikatakan sekarang ini dia tampak gemetar. Wajahnya yang tampan tidak terlihat bercahaya, malah tertutup dengan aura kematian.

Semua ekspresi mereka tidak bisa lolos dari pandangan pelajar itu. Matanya dengan cepat berkedip, dia tertawa, ”Baiklah, baiklah, dari lima orang ketua lima perkumpulan, hari ini telah datang 3 orang, benar-benar membuat aku, Mei Shan Ming merasa gembira, tapi...”

Wajahnya tampak berubah, sorot matanya mengeluarkan aura membunuh yang menakut-kan, dengan dingin dia berkata lagi, ”Orang Kun Lun Pai, Ling Kong Bu Xu dan Ketua Dian Cang Bai, Zui Feng Jian, Xie Xing, mengapa mereka tidak datang? Apakah mereka berniat meremeh-kan Mei Shan Ming?”

Pendeta yang wajahnya merah itu adalah ketua dari 5 perkumpulan, dia adalah Ketua Wu Dang, Biksu Chi Yang, mendengar kata-kata pelajar itu, dia tertawa, ”Mereka tidak berani mengabaikan perintah Anda untuk tidak hadir, hanya saja...”

Pak tua kurus kering itu langsung menyambung, ”Ada seseorang yang kemampuan-nya 10 kali lipat lebih hebat darimu.”

Kedua mata Mei Shan Ming terbuka lebar, dengan cepat dia melihat pak tua itu dan bertanya, ”Siapa orang itu? Aku ingin mengenal-nya.”

Wajah pak tua itu tampak tersenyum, tapi dia berusaha menghilangkannya, ”Kalau kau bisa bertemu dengan orang itu, aku yang bernama Li E, adalah orang pertama yang akan ikut merasa senang.”

”Apa maksudmu?” tanya Mei Shan Ming.

Biksu Chi Yang cepat berkata, ”Shen Jun, Anda jangan marah dulu, Zui Feng Pendekar Xie dan Ling Kong Bu Xu, Pendekar Zao sudah meninggal beberapa bulan lalu karena itu mereka tidak bisa memenuhi janji 3 tahun lalu, tapi...” dia menunjuk pemuda tampan itu dan berkata lagi, ”Dia adalah Ketua Dian Cang Pai generasi tujuh, penerus Zui Feng Jian, Pendekar Xie, dia bernama Luo Ying Jian Xie Chang Ji. Hari ini dia datang mewakili ayahnya untuk menepati janji denganmu.”

Mei Shan Ming masih memandang Li E dengan pandangan tajam, kemudian beralih kepada Xie Chang Ji, ”Adik Xie sangat tampan dan tampak luar biasa, orang yang telah meninggal ternyata mempunyai keturunan begini gagah, benar-benar membuatku merasa kagum. Karena hal ini menyangkut generasi kami, biarlah semua ini kami yang membereskannya, aku berharap Adik Xie jangan ikut campur dalam masalah ini.”

Hati Xie Chang Ji dalam sekejap seperti ada gelombang laut yang menerpanya, tentu kata-kata Mei Shan Ming telah mengenai isi hatinya yang paling dalam. Tapi dia dilahirkan di kalangan keluarga pesilat, dan sekarang dia menjabat sebagai ketua salah satu perkumpulan, banyak hal yang memaksanya untuk melakukan sesuatu demi nama baik perkumpulan Dian Cang Pai, dan juga demi kedudukannya di dunia persilatan. Dia menekan perasaannya supaya tidak tampak di wajahnya.

Kedua matanya memandang ke tempat jauh kemudian berkata, ”Perkataan Tuan memang masuk akal, tapi sebagai seorang laki-laki harus dipegang teguh janji, ayahku dan Shen Jun sudah berjanji, aku anggap janji ini adalah pesan terakhir ayah sebelum meninggal, maka aku datang menepati janji dengan Shen Jun, tentang menang atau kalah, mati atau hidup, aku tidak berhak menentukannya.”

Mei Shan Ming tersenyum dan mengang-guk, dalam hati dia kagum pada keberanian pemuda ini.

”Sifat setiap orang memang tidak sama, kita tidak boleh memaksanya, kalau sifat Adik Xie seperti ini, aku benar-benar kagum padamu.”

Perkataannya baru selesai, dia kembali pada sosoknya yang dingin dan kejam, dia membalikkan wajahnya dan berkata pada Pendeta Chi Yang, ”Tiga tahun lalu, kelima perkumpulan kalian telah mengundang semua pendekar dunia persilatan pergi ke Tai Shan untuk memperebutkan gelar ’Tian Xia Di Yi Jian Shu’ (Jago pedang nomor satu).”

Dia tertawa sambil memandang ke atas, tawanya yang panjang membuat bunga Mei jatuh berguguran dari pohonnya.

”Aku, Qi Miao Shen Jun (Tuan tujuh keanehan), tidak akan berbuat seperti kalian, yang gila nama dan berniat merebut gelar itu, kalau kalian suka kalian bisa mendapatkan gelar Tian Xia Di Yi Jian Shu, hal ini tidak menjadi masalah untukku, tapi aku sama sekali tidak menduga, yang menamakan dirinya sebagai ketua perkumpulan lurus malah bergabung dan membuat masalah menjijikkan, 5 pedang berga-bung sehari sebelum bertarung, kalian telah melukai teman baikku, Dan Jian Duan Hun, Wu Zhao Yu di sebuah air terjun...”

Bahu Li E tampak sedikit bergetar, tapi dia segera berlari ke hadapan Mei Han Ming dan memotong kata-katanya, ”Tidak perlu membicara-kan terus masalah ini, hal itu semua bisa terjadi karena keinginan Wu Zhao Yun sendiri, jangan salahkan siapa pun. Hari ini kami telah datang dari jauh untuk melihat beberapa macam permainan dari Qi Miao Shen Jun, apa syaratmu, harap katakan saja sekarang, kami akan melayani keinginanmu satu per satu.”

”Aku takut, sebelum sampai pada tahap ke 7 macam keahlianku, kalian sudah tidak sanggup,” sahut Mei Shan Ming.

Walaupun Mei Shan Ming menyindir dan marah-marah, tapi Pendeta Chi Yang tetap tampak tenang dan tertawa, ”Tentu saja, ilmu pedang, ilmu meringankan tubuh, pukulan tangan kosong, puisi, sastra, melukis, perempuan, keanehan Qi Miao Shen Jun, memang tidak bisa kami tandingi, kami tidak seperti Shen Jun dalam bidang sastra ataupun ilmu silat sama-sama begitu tinggi dan hebat.”

Li E yang berdiri di sisi Mei Shan Ming menambahkan, ”Apalagi yang terakhir, keanehan Shen Jun, kami benar-benar tidak sanggup menandingimu.”

Pendeta Chi Yang tertawa, ”Kata-kata Pendekar Li benar, Shen Jun seorang mata keranjang, tapi kami hanya pak tua yang sudah uzur, kami mengaku kalah, hari ini aku dan Kong Dong Pai, Pendekar Li, E Mei, Ku An Shang Ren, dan Dian Cang Pai, Luo Ying Jian, Xie Chang Ji, datang menepati janji, kami hanya ingin melihat ilmu pedang dan ilmu tangan kosong Shen Jun, kalau kami beruntung kami bisa menang satu kali, setelah itu kami baru ingin melihat ilmu meringankan tubuh Shen Jun, tentang puisi, melukis, dan perempuan, kami memang tidak bisa mengalahkanmu.”

Mei Shan Ming tertawa dingin, ”Itu lebih baik, pertama aku ingin melihat ilmu pedang yang diakui oleh orang yang mengaku dirinya sebagai Tian Xia Di Yi Jian Shu sebenarnya sampai di mana? Dan aku ingin tahu mengapa dia begitu sombong?”

Sudut mulutnya terangkat, terasa ada aura membunuh, dia melanjutkan lagi, ”Kalau kalian mempunyai ilmu silat yang bagus, keluarkan saja semuanya, aku tidak akan membuat kalian kecewa, yang terpenting orang yang telah masuk ke lembah ini, kalau hari ini tidak bisa mengalahkanku, jangan harap bisa keluar dari lembah ini hidup-hidup. Dan kalau aku kalah di tangan kalian, aku juga tidak akan berpikir untuk terus hidup dan meninggalkan lembah ini. Kata-kataku sudah sangat jelas, kalian tidak perlu memikirkan aturan dunia persilatan, bagaimana kalian menghadapi Wu Zhao Yun, sekarang silahkan gunakan cara itu menghadapiku sekarang!”

Hari sudah gelap, di langit tidak ada bulan maupun bintang, tapi karena salju bertumpuk di bawahnya maka tidak terlihat kalau langit begitu gelap. Ditambah lagi tenaga dalam mereka sangat tinggi. Dalam kegelapan melihat benda apa pun, walaupun bukan pagi hari tapi mereka masih sangat jelas melihat semuanya. Sorot mata Mei Shan Ming seperti listrik dengan cepat melihat ke arah mereka. Wajah mereka memang tidak terlihat santai tapi mereka seperti sudah menyusun rencana menghadapinya.

Hatinya sedikit bergerak kemudian dia berpikir, ”Apakah mereka mempunyai rencana licik dan aku tidak bisa memecahkan rencana mereka? Tapi walaupun kelima orang itu bergabung, belum tentu mereka bisa melukaiku.”

Li E dengan dingin berkata, ”Tuan benar-benar sangat cepat dan perkataan pun sangat ringkas, aku suka dengan orang seperti itu, sekarang jangan banyak bicara lagi, kita bereskan semuanya, lebih cepat lebih baik!”

Kamis, 10 Januari 2008

Gelang Baja

Gelang Baja

Harimau Putih

BAB 1

Pertarungan di tepi sungai

Seorang pendekar beraksi

Pemandangan alam di daerah selatan An Hui sangat indah. Barang barang peninggalan bersejarahnya pun beraneka ragam. Hasil alamnya luar biasa banyak. Beras dari Wu Hu, daun teh dari Qi Men, kertas dari Xian Cheng, tinta hitam dari Wei Zhou adalah empat barang yang sangat terkenal sampai ke empat penjuru dunia. Setiap tahunnya barang barang ini dikirim keluar propinsi. Jumlah total kiriman sudah sangat banyak, banyaknya sampai tidak terhitung. Oleh karena itu banyak orang-orang kaya yang tinggal disana.

Tetapi ada sesuatu sangat disayangkan, adalah perjalanan keluar masuk wilayah sangat sulit. Di daerah Wan Nan terdapat pegunungan dan sungai-sungai yang saling berhubungan, dimana-mana terdapat hutan-hutan yang sangat lebat. Terkadang banyak terdapat gerombolan bandit yang keluar untuk merampok. Oleh karena itu, para pedagang di luar desa yang ingin menjual barangnya ke dalam propinsi ini, haruslah menyewa para pengawal untuk melindungi perjalanan mereka.

Pada waktu itu di daerah Wan Nan, terdapat sebuah perusahaan jasa pengawal. Perusahaan ini sangat terkenal, namanya adalah perusahaan “Tong Yan Biao”. Perusahaan ini di dirikan di daerah Wu Hu. Didalam perusahaan ini terdapat seorang pengawal yang sangat terkenal bernama “Pang Da Kai”.

Pang Da Kai berasal dari daerah utara. Dia datang dari propinsi Shan Xi kampung Wu Gong. Tubuhnya tinggi besar, bahunya lebar dan pinggangnya mantap. Jika dilihat dari jauh mirip seperti sebuah pagoda yang terbuat dari batu. Lengan dan punggungnya lebih kasar dan lebih keras jika dibandingkan dengan kuda yang sehari harinya bekerja menarik gerobak besar. Kedua kakinya masih lebih kekar daripada pohon kuno yang berusia lebih dari dua ratus tahun. Sebuah wajah yang bulat dan berwarna hitam, mirip seperti wajan penggorengan. Ketika matanya mendelik, sinar matanya masih lebih berkilau daripada terangnya sinar lampion di tengah malam.

Namun disetiap musim panas, dia selalu mengeluh merasa tidak nyaman. Dia tidak kuat menahan panas udara di daerah Jiang Nan. Setiap hari pasti dia kemana-mana bertelanjang dada, dan hanya mengenakan sepotong celana pendek, dia selalu pergi ke tepian sungai besar untuk mandi menikmati di air sungai yang dingin. Dia sangat berani mandi di sungai itu, jika dia sedang mandi ditengah sungai besar, dia menenggelamkan diri dan menahan napasnya dibawah air untuk waktu yang lama, ketika dia kembali ke permukaan air dia lalu berjalan merayap ke tepian sungai, semua orang yang tidak mengenalnya pastilah akan kaget setengah mati. Siapapun pasti akan menyangka bahwa ada seekor monster aneh yang memanjat keluar dari dalam sungai.

Pedang Sesat Pisau Kematian

Fu Ke-wei berdiri diatas bukit, mengangkat kepalanya dan menghirup nafas panjang, setelah menutup sepasang matanya, seluruh tubuhnya seperti membeku, tapi setiap otot di tubuhnya mengendur seperti kehilangan tenaga.

Lama… dia baru kembali mulai bernafas, tingkahnya tadi seperti orang mati, hanya bedanya dengan orang mati, dia masih bernafas.

Di ufuk timur sudah tampak sinar fajar, sekarang keadaan di sekeliling sudah mulai terlihat.

Sekeliling pegunungan itu penuh dengan rimba yang berwarna hijau, rumput liar hijau segar, bunga-bunga liar terdapat dimana-mana.

Dia menghirup hawa segar musim semi, cuaca bagus di hari Cing-ming (Ceng-beng) yang sulit didapat, berbeda sekali dengan Cing-ming tahun lalu yang hujan mengesalkan orang.

Disini adalah tempat bagus untuk tidur panjang, di belakang ada perbukitan Yin-yang, di depan tidak sampai sembilan li, ada sungai besar berkilau perak, menghadap air membelakangi gunung, gunungnya terang airnya jernih.

Sebelum matahari fajar muncul, dia sudah selesai berlatih silat yang setiap hari harus dilatih-nya….

Dia memungut pedang yang ditaruh di lapangan rumput, membereskan baju, wajah yang muda, mulai kembali kewajah yang normal, wajah yang tampak merah berdaging sehat.

Setelah berkelana didunia persilatan selama lima tahun, perjalanan ini tidak meninggalkan kerutan di wajahnya, dia tetap muda, sehat, energik.

Lima tahun, didalam ingatannya cukup panjang sekali, hari-hari yang dilewatinya penuh dengan sabetan pedang dan golok, pengalaman keluar masuk pintu hidup atau mati, sekarang dia malas memikirkannya.

Pada usia delapan belas tahun dia sudah keluar gunung, dia semakin matang, matangnya membuat membuat dia mengerti pahit getirnya kehidupan, kematangan yang membuat dia sadar akan lahir, tua, sakit, mati, lingkaran hidup yang tidak bisa diramalkan.

Setiap tahun pada hari Cing-ming, dia selalu datang kesini, membersihkan dan bersem-bahyang pada makam ayah dan ibunya yang telah meninggal selama delapan tahun, juga gurunya yang sambil duduk semedi meninggalkan hidupnya, gurunya yang telah mendidik dia hingga tumbuh dewasa. Maka walau dirinya berada puluhan ribu li ditempat liar sana, dia harus sampai ditempat ini pada hari Cing-ming ini, delapan tahun terasa seperti satu hari, dia tidak pernah absen.

Rumah dia berada di depan di bawah lereng gunung, nama tempatnya adalah kampung Liu Jiang, dia tinggal dengan empat-lima puluh kepala keluarga, separuh lebih adalah petani yang rajin.

Sekarang dia tinggal sendirian, beberapa gunung kecil di atasnya ditanami dengan pohon sejenis cemara, usia pohonnya sudah puluhan tahun, sama sekali tidak perlu diurus oleh dia. Makanya, dia kerasan di dunia persilatan, tidak ada yang dia khawatirkan.

Setelah sembahyang pada ayah ibu dan gurunya, pikiran dia seperti asap, melayang-layang diatas udara. Dia berpikir: ‘manusia begitu kecil dan tidak menentu! Hidup, cuma beberapa puluh tahun, mati, menjadi setumpukan tanah kuning. Tidak perduli orang suci atau bukan, hidup adalah sama, mati pun juga sama, siapa pun tidak bisa lari dari putaran kehidupan.

Matahari sudah naik diatas gunung sebelah timur, angin gunung bertiup dingin. Dia membe-reskan alat-alat sembahyang, dimasukan ke dalam keranjang jinjing, lalu keluar dari mulut pekuburan, sebelum pergi dia menatap lagi pada pekuburan yang sepi.

Dia tahu, dia sudah harus pergi, pergi kejalan yang dia pilih, pergi ke alam yang sulit ditebak. Cing-ming tahun depan, apakah dia bisa kembali kepekuburan ini untuk membersihkan dan membetulkan kuburannya? Hanya bisa mengandalkan dugaan saja. Mungkin, tulang mayat dia sendiri sudah tidak tahu dikubur ditanah kuning mana, dan dimakan oleh belatung.

Akhirnya dia pergi dengan langkah yang mantap, menandakan tekad dia yang akan maju kedepan.

Sampai di bawah bukit, kampung Liu-jiang sudah terlihat.

Dari deretan rumah yang tidak teratur, dia sudah dapat melihat dengan jelas bangunan rumah berderet tiga, didepannya ada pekarangan besar, itulah rumahnya.

Berjarak tiga-empat li, tiba-tiba dia melihat dari bayangan hutan, di depan benteng pekarangannya ada satu bayangan asing berkelebat menghilang.

Dia berdiri, berhenti berjalan.

Pelan-pelan dia menaruh keranjang jinjing nya, berdiri konsentrasi, wajahnya telah berubah, berubah jadi dingin, aneh, sepasang matanya bersinar, seluruh tubuhnya penuh dengan hawa yang menakutkan.

Dia mengambil pedangnya dan diselipkan dipinggang, mengangkat kain mantel panjang disisipkan kepinggangnya, menggulung lengan baju, memeriksa pelindung lengan sebelah kiri dan kanan. Diluar pelindung tangannya masing-masing ada tiga bilah pisau yang bentuknya tidak aneh tapi bersinar dan melengkung seperti bulan sabit, nama pisaunya adalah Xiu-luo, buatan India.

Karena senjatanya, dia di dunia persilatan dijuluki: Xie-jian-xiu-luo (Pedang Sesat Pisau Melengkung).

Nama Xie-jian-xiu-luo, didunia persilatan diakui sebagai orang yang paling berani, paling sulit ditebak, paling sulit dihadapi, pesilat muda misterius, tidak perduli pesilat mana baik dari golongan putih atau golongan hitam, semua segan terhadapnya, selain itu perbuatannya tidak pernah bohong dan tidak pernah menyesal.

Walau Xie-jian-xiu-luo menggemparkan dunia persilatan, tapi orang yang tahu nama asli dan wajah aslinya, sangatlah sedikit sekali.

Setelah pagi lewat, didalam kampung hanya tinggal beberapa orang saja.

Semua orang-orang kampung sudah pergi ke gunung membetulkan kuburan atau bersembahyang pada nenek moyang.

Kemudian dia muncul dibawah pohon besar di mulut kampung, di depan satu jembatan kecil dari kayu yang melintang diatas sungai, dia berdiri diatas jembatan, melihat pekarangan rumah dia yang berjarak setengah li.

Dia tidak melihat lagi kearah kampung, mulutnya menyungging tawa dingin, tiba-tiba dengan langkah besar dia melewati jembatan kecil, dia berjalan pergi meninggalkan tempat itu. Wajahnya sekali pun tidak menengok

Tidak lama kemudian, ada delapan orang, tua, muda, laki-laki, wanita menelusuri jalan kecil mengejarnya.

Yang paling depan adalah seorang tua berusia lima puluhan, dengan wajah berbentuk segi tiga, bermulut besar, berkumis tipis carang, matanya seperti elang bersinar dingin. Dipinggang-nya terselip sebilah pedang antik panjang, dan menggantung segulung tali dengan kail tiga mata yang bersinar.

Delapan orang itu, setiap orangnya juga membawa segulung tali aneh ini, tali yang tidak bisa putus di potong golok.

“Dia harus mati!”

Orang tua setengah baya itu sambil berlari sambil memaki:

”Tidak disangka, setelah sembahyang pada nenek moyangnya, dia tidak kembali kerumahnya, malah langsung pergi, sia-sia kita menunggu dia setengah harian, hingga kehilangan kesempatan baik membunuhnya!”

“Orang tua Lu!” kata seorang setengah baya kurus dibelakangnya, ”apa mungkin dia telah melihat kita, makanya dia melarikan diri?”

“Tidak mungkin.” Kata orang tua Lu dengan pasti, ”si saat begini, tidak seorang pun akan menduga ada orang bersembunyi di dalam rumah menunggu dia masuk.”

“Mungkin sudah tidak bisa dikejar lagi.”

“Omong kosong! Dia cuma berjalan dengan langkah biasa, memangnya bisa jalan seberapa jauh? Jika kita mengejar, paling sedikit lebih cepat dari dia lima kalinya.”

“Tuan Lu, bisa mengejar dia juga sudah tidak ada kesempatan untuk mengatur jebakan lagi.”

“Asal kita sudah melihat dia, maka kita coba melewati dia dari samping dan di depannnya kita cari tempat mengatur jebakan, itulah sebabnya aku menyuruh marga Li bersaudara mendahului dia.”

“Pak Lu, aku selalu merasa ini tidak baik, terlalu berbahaya.”

“Kau jangan banyak omong kosong, tidak bagus? Jika takut, kau tidak usah ikut.” Kata tuan Lu dengan tidak senang.

Jalan kecil ini melewati perbukitan yang berliku-liku ke arah selatan, menuju ke kota An-qing, disepanjang jalan jarang ada perkampungan, tidak ada manusia, burung dan binatang liar berkeliaran dimana-mana, tidak usah takut bertemu dengan orang.

Setelah beberapa saat mengejar, jalan kecil itu membelok, hutan sudah habis, didepan tampak lapangan rumput, jalan kecil itu melewati bukit barat, di sebelah barat jalan kecil ada satu parit yang jernih.

“Aduh!”

Tuan Lu yang didepan tiba-tiba berteriak terkejut dan mendadak menghentikan langkahnya.

Tujuh orang lainnya yang dibelakang tidak keburu mengerem, hampir saja bertabrakan.

Di bawah pohon kecil disebelah kanan jalan, terbaring dua orang setengah baya berbaju ringkas.

Posisi pedang dan kantung serba gunanya masih tetap ditempatnya, bisa dipastikan mereka tidak pernah mengalami pertarungan. Wajahnya putih pucat seperti kertas, bibirnya membiru, sepasang matanya melotot besar, titik mata hitamnya sudah buyar.

Siapa pun bisa melihatnya, dua orang ini sudah mati.

Matinya belum lama, karena mayatnya masih hangat.

“Marga Li bersaudara sudah mati!” kata tuan Lu sambil menarik nafas dingin.

Di depannya tiba-tiba terdengar ada orang yang bernyanyi.

Mendengar nyanyian itu tuan Lu berteriak dengan marah dan sedih!

Nyanyian itu terdengar keluar, sampai di lapangan datar.

Di tengah-tengah lapang, seperti setan bayangan Fu Ke-wei tiba-tiba muncul.

Nyanyian sudah berhenti, orangnya berdiri disana tidak bergerak juga tidak bicara, hawa pembunuhan yang dingin memenuhi sekitar tempat itu, delapan orang yang berada jauh seratus langkah lebih, tetap merasakan tekanan hawa dingin yang tidak terhingga.

Segera tuan Lu mengibaskan tangannya, sambil menggigit gigi berjalan mendekat.

Tujuh orang lainnya membagi diri kekiri dan kekanan, pelan-pelan mengurung, sambil pelan-pelan mendekat, sambil melepaskan gulungan tali dengan tiga mata kail itu.

Fu Ke-wei berdiri seperti gunung, dengan sorot mata bersinar menyambut delapan orang yang datang mengurung.

Delapan orang itu mempercepat langkahnya, dan dua sayapnya semakin melebar, akhirnya berhasil mengurung dari empat penjuru, delapan orang itu membentuk kurungan bulat.

Delapan buah tali dengan tiga mata kailnya mulai diputar, sambil diputar talinya pelan-pelan diulur semakin panjang.

Tapi Fu Ke-wei tetap berdiri tegak, seperti patung batu.

Suara putaran tali semakin lama semakin keras, delapan set mata kailnya semakin diputar semakin kencang bergerak.

Asalkan ada perintah, maka delapan set kail besi itu akan menyatu dari delapan arah, walau kail besi tidak mengenai sasaran, dalam keadaan tertali oleh delapan tali aneh, pasti akan dapat mengikatnya, dan menarik jatuh……

Sulit dapat menghindarnya.

“Anjing kecil, apa kau sudah tahu kami akan datang?” tanya tuan Lu menggigit gigi.

“Bukankah kalian sudah datang?” katanya dengan tertawa tawar.

“Pasti ada orang yang memberitahukan sebelumnya.”

“Jika ada, pasti orang-orang kalian.”

“Benar saja ada mata-mata di antara orang-orang kita.” Kata tuan Lu kesal, ”tapi kau tetap telah jatuh di tanganku.”

“Kau kira aku tidak sanggup membunuh kalian, bisa sebodoh ini berdiam disini menunggu kalian datang mengepung?” Wajah Fu Ke-wei semakin dingin, ”sebelum Sepasang Pedang Li mati, mereka telah mengatakan, dipekarangan depan rumahku kalian telah menyiapkan jebakan tali, makanya aku membawa kalian ketempat yang lapang, supaya kalian bisa melakukannya dengan sepenuh kekuatan, supaya mati pun kalian bisa menutup mata. Bukankah kau telah menghabis-kan waktu tiga tahun, dan menghabiskan banyak uang untuk memesan tali khusus Penangkap Naga, kalau tidak ada gunanya, disamping itu bagaimana kalian akan puas setelah mati? Sekarang ayo lakukanlah! Aku sudah menunggu kalian!”

Di dalam hatinya, tuan Lu menjadi gentar, jika lawan tidak ada keyakinan, mana mungkin sebodoh itu menunggu musuh datang mengepung-nya? Dia jadi ragu-ragu bertindak, yang lebih penting lagi dia sudah kehilangan kesempatan mengendalikan keadaan, hatinya sudah tidak mantap, begitu kehilangan kepercayaan membuat dia ragu-ragu bertindak.

“Ada satu hal yang harus kuberitahu.” Pemuda itu melanjutkan, ”seumur hidupku, perbuatanku terang-terangan, aku sangat benci terhadap perbuatan yang sembunyi-sembunyi, aku sudah berkelana lima tahun didunia persilatan, teman-teman dunia persilatan bisa menjadi saksi. Sepasang Pedang Li dibunuh olehku secara terang-terangan, aku membiarkan mereka diam-diam menyerang dari belakang, lalu secara berhadapan dengan kedua tangan kubunuh mereka. Kalian dirumahku menyiapkan jebakan diam-diam ingin menyerangku, maka aku punya alasan yang cukup membalas perbuatan kalian, sayang aku tidak ada gairah melakukan serangan secara diam-diam, jika tidak, dijalan ini mayat kalian akan nampak berturut-turut, tidak mungkin ada kesempatan untuk kalian menggunakan strategi tali nyamuk ini.”

“Disini kami juga harus menelentangkan mayatmu.” Kata tuan Lu dengan geram.

“Aku bukan seorang kejam yang senang membunuh orang, aku tetap ingin memberimu satu kesempatan.” Kata Pemuda itu dengan damai, ”kau sebagai ketua Benteng Tian-long (Naga langit) dengan julukan Pedang Naga Langit (Tian-long-jian), Lu-zhao seorang tetua dan terhormat, termasuk nomor tiga dari tiga pimpinan aliran hitam, dan juga punya potensi menjadi nomor dua, tapi kau telah melakukan perbuatan jahat yang tidak terhitung banyaknya, tanganmu penuh dengan darah, manusia dan langitpun ingin menghukum-nya. Tapi, aku dengan kau tidak ada permusuhan dan dendam, juga tidak perbah menyaksikan perbuatan jahatmu, kita tidak saling mengganggu. Tapi, tidak seharusnya saat aku lewat, kau telah mengutus orang diam-diam ingin membunuhku, setelah gagal lalu melakukan pengeroyokan, belum puas kalau belum menghabisi aku, aku terpaksa membunuh dua saudara tirimu, dan dengan senjataku membunuh empat pengawal bentengmu, dalam pertarungan yang adil aku juga telah membunuh adik iparmu.

Selama tiga tahun kau terus mencoba membalas dendam, mengumpulkan teman-temanmu, mengutus orang kemana-mana menye-lidik keberadaanku, setiap saat merencanakan diam-diam membunuhku. Tapi aku selalu merasa permusuhan ini lebih baik didamaikan dari pada dijalin terus, hari ini, kau mengejar sampai kerumahku, menurut aturan tidak seharusnya aku melepaskan kalian, tapi aku tetap ingin memberi satu kesempatan lagi padamu, bawalah teman-temanmu pergi dari sini! Orang yang mati sudah cukup banyak, kalian berdelapan ingin membunuh ku, terus terang saja, itu sama sekali tidak mungkin.”

“Aku telah menghabiskan waktu tiga tahun, baru dapat menyelidiki jejak dan kebiasaanmu, hari ini kalau bukan kau maka aku……”

“Buat apa? Tuan telah kalah setengah, apakah kau masih tidak bisa melihat, keadaannya tidak menguntungkan buatmu?”

“Delapan banding……”

“Tuan, kujamin sekali menggerakan pisau Xiu-luo, dalam sekejap aku bisa membunuh setengah dari kalian. Jika kalian menganggap dengan menggunakan beberapa tali aneh bisa membunuhku, aku Xie-jian-xiu-luo bagaimana bisa hidup sampai sekarang? Pergilah, selagi masih sempat.”

“Jika hari ini aku tidak membunuhmu, aku……”

“Baiklah, hidup dan mati tergantung nasib, siapa yang kuat dialah yang hidup.” Wajahnya kembali menjadi dingin menyeramkan, ”silahkan mulai! Orang yang sial sulit bisa lolos, harap hati-hati terhadap pisau Xiu-luo ini, menghadapi pengeroyokan aku tidak akan menaruh hati kasihan.”

Dia menyilangkan sepasang tangannya, kakinya pelan-pelan bergerak memasang kuda-kuda, matanya tambah bersinar, hawa pembu-nuhan mulai memancar, sepertinya seluruh orang disana ditutupi oleh hawa pembunuhan, setiap tempat yang disorot matanya, terasa membawa hawa pembunuhan yang sangat kuat.

Tidak ada orang yang dapat melihat pisau Xiu-luo nya, tampak sepasang tangannya kosong tidak terdapat apa apa.